Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik
pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin
hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau
istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif
dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan
generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak.
Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data
pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen
populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol,
kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah
konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui
ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai
sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada
informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang
demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak
ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan
konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika
ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti
tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang
puas terhadap the botol.
Di setiap jenis
teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi.
Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified
random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area
sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara
lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball
sampling
Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak
adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling
frame”. Yang dimaksud dengan
kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi
yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang
orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika
populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus
bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “
tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan
informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan
bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah
rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh
rumah tangga kota tersebut. Jika
populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah
Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap
tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame,
peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari
sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?.
Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa
dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak.
Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau
“random” itu sendiri.
- Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis
penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang
mungkin ada pada setiap unsur atau elemen
populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.
Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang
miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran,
dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan
merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak
sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan
sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
- Susun “sampling frame”
- Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
- Tentukan alat pemilihan sampel
- Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
- Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi
berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang
signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil
sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap
manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat
atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji
dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer
tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random
distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan
tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari
setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
- Siapkan “sampling frame”
- Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
- Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
- Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum,
peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang
dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding
dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum
manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer
(II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh
manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100
manajer, maka untuk stratum I diambil
(15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini
terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum
sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya
ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum
tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan
manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
- Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan
dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik
pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu
stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua,
stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh
mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya,
dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat
banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda
tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya,
dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat
penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan
perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah
terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1.
Susun sampling frame
berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
2.
Tentukan berapa gugus yang akan
diambil sebagai sampel
3.
Pilih gugus sebagai sampel
dengan cara acak
4.
Teliti setiap pegawai yang ada
dalam gugus sample
4.
Systematic Sampling atau Sampel
Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada
ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara
random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut
kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur
populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam,
yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa
dijadikan sampel tergantung pada ukuran
populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah.
Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara
sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5.
Susun sampling frame
6.
Tetapkan jumlah sampel yang
ingin diambil
7.
Tentukan K (kelas interval)
8.
Tentukan angka atau nomor awal
di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui
cara undian saja.
9.
Mulailah mengambil sampel
dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
10.
Pilihlah sebagai sampel angka
atau nomor interval berikutnya
4. Area Sampling atau Sampel
Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti
dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai
wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui
tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik
pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1.
Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) –
Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2.
Tentukan wilayah yang akan
dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3.
Tentukan berapa wilayah yang
akan dijadikan sampel penelitiannya.
4.
Pilih beberapa wilayah untuk
dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5.
Kalau ternyata masih terlampau
banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke
dalam sub wilayah.
Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya,
jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen
populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur
populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau
karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1.
Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan
kemudahan.
Dalam
memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan
kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi
ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak
disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat
baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh
penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel
ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
2.
Purposive Sampling
Sesuai
dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang
atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang
atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel
dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik
untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang
bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu
atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam
program pengembangan produk (product
development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri,
dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk
baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima
produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik
sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional,
namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya,
di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%
dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang
pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai
laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi,
teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak,
melainkan secara kebetulan saja.
3.
Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini
banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya
bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia
minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa
dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum
lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita
lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta
kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya.
Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup,
peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga
dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain
yang eksklusif (tertutup)