Fenomena yang terjadi, ketika memasuki perpindahan tahun, terompet bersiap untuk ditiup dengan sorak-sorai dan gemuruh. Selang beberapa jam kemudian sampah-sanpah berserakan tampak di belantara lapangan dan jalan-jalan.
Bukankan ini menunjukkan bahwa fenomena sesaat yang memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah sebabnya orang secara tidak sadar telah menghamburkan sekian banyak uang untuk menikmati perpindahan tahun tersebut.
Fenomena lain ketika pergantian tahun, ada begitu banyak manusia yang perutnya tertiup terompet karena kelaparan dalam kemiskinan dan kepapaan. Ketika yang berpesta terlelap, yang miskin mulai mengais sisa-sisa kenikmatan malam tahun baru. Merupakan fenomena yang kontradiktif dalam suasana Indonesia yang sedang membangun saat ini.
Itulah sebabnya bukan Tahun Barunya yang penting, tetapi bagaimana setiap manusia mulai menata ulang sikap mentalnya untuk memasuki tahun baru. Bahkan, setiap orang akan mampu merayakan Tahun Baru kapanpun dengan ungkapan Syukur karena ia berhasil mengubah cara berpikir, sikap dan tingkah lakunya dalam bergaul dengan orang lain.
Tahun Baru berarti memiliki cara pandang yang baru dan suci dalam upaya dan usaha memperoleh barang-barang baru. Tahun baru juga berarti mengasah kompetensi diri dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru. Jangan sampai seperti orang pembelah kayu yang terus menerus menyia-nyiakan waktu dan tenaganya untuk membelah kayu dengan kapak tumpul, karena ia tidak punya cukup waktu untuk berhenti dan mengasah kapaknya.
Tahun baru juga bermakna menemukan jati diri yang sesungguhnya tentang makna kehidupan dan arti hidup. Mereka yang sudah menemukan makna Tahun Baru yang sesungguhnya akan melihat cakrawala yang berbeda tentang jabatan, harta, maupun pengakuan orang lain. Mereka justru melihat orang lain sebagai mitra untuk berbagi dari apa yang dimiliki dan melihat rekan lain sebagai teman yang perlu didukung untuk membantu memperoleh apa yang mereka dambakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar