Mikro konseling adalah suatu cara memberikan
penguasaan teknik-teknik konseling tunggal kepada calon konselor.
Setiap teknik konseling di latihkan satu persatu secara bertahap. Latihan di
lengkapi dengan pererkaman video dan rekaman tape recorder. Pada akhir latihan
di adakan evaluasi dan diskusi setelah menonton atau mendengar kaset video dan
rekaman suara. Pengamat dan pembimbing memberikan pula penilaian dan masukan
untuk bahan diskusi (Willis, 2010).
Sistematika
kegiatan mikro konseling
Menurut Ivey Cs.
(dalam Willis, 2010: 174-175) kegiatan mikro konseling dapat di gambarkan
sebagai berikut:
1)
Menayangkan contoh
rekaman video mikro konseling melalui layar monitor. Para calon konselor
menonton bagaimana teknik-teknik konseling di lakukan dalam bentuk role playing
(bermain peran) oleh seorang konselor dank lien.
2)
Pelatih memberikan
suatu skrip materi tertulis yang menerangkan ketrampilan tunggal (the single
skill) untuk di pelajari oleh para mahasiswa/calon konselor.
3)
Latihan mikro konseling
mulai di lakukan secara permainan peran antara konselor dank lien yang
memainkan satu ketrampilan. Permainan tersebut di videokan.
4)
Hasil rekaman video di
putar ulang dan ditonton bersama. Hail latihan itu di evaluasi bersama kemudian
di diskusikan dengan membandingkannya tehadap contoh yang ditayangkan tadi.
Suatu manual
ketrampilan tunggal (dalam mikro konseling) yang akan di latihkan, disusun
secara sistematik sebagai berikut:
1)
Rasional : mengapa
ketrampilan itu diperlukan dan dalam kerangka apa teknik tersebut di berikan
2)
Tujuan: menjelaskan
apatu tujuan dari latihan ketrampilan ini
3)
Materi: materi dan
aspek-aseknya yang akan dari teknik konseling yang akan di latihkan
4)
Prosedur atau proses
latihan: yaitu menjelaskan mengenai sistematika latihan ketrampilan konseling
tunggal
5)
Alat evaluasi:
digunakan mengevaluasi proses latihan dan aspek-aspek materi yang telah di
latihkan kepada calon konselor apakah berhasil di kuasai atau belum.
Namun perlu di
katahui tiap-tiap ketrampilan mikro biasanya di lakukan secara terpisah. Maka
dari itu diperlukan keseriuasan dalam melakukan latihan mikro konseling ini.
Hal ini karena sipeserta mau tidak mau akan berkonsentrasi pada penggunaan
ketrampilan baru yang di ajarkan dari pada mengembangkan dan mempertahankan
keterkaitannya. Selain itu, ia belum bisa bersikap alamiah ketiak mempraktikkan
sebuah ketrampilan baru sampai ketrampilan tersebut benar-benar di kuasai.
Begitu si peserta pelatihan telah sepenunya berhasil memiliki kompetensi dalam
mengaplikasikan sebuah ketrampilan baru, ketrampilan tersebut akan menjadi satu
bagian alamiah dari cara konselor membangun interaksi dengan seorang klien, dan
selanjutnya keefektifan konselingnya akan meningkat pesat (David & kathryn,
2010).
Teknik mikro konseling
Berikut adalah
beberapa teknik dalam mikro konseling yang perlu di latihkan kepada
mahasiswa/calon konselor.
1)
Attending
adalah penampilan konselor yang menampakkan komponen-komponen perilaku
nonverbal, bahasa lisan dan kontak mata
(Wiilis, 2010). tujuannya agar calon konselor dapat memperlihatkan penampilan
yang attending di berbagai situasi hubungan interpersonal secara umum,
khususnya dalam relasi konseling dengan klien.
2)
Empati
adalah kemamuan untuk memahami perasaan, pikiran dan pengalaman klien.
Tujuannya agar mahasiswa/calon konselor mampu memasuki dunia klien melalui
ungkapan-ungkapan emapati yang menyentuh perasaan klien.
3)
Refleksi
adalah suatu upaya untuk menangkap perasaan, pikiran dan pengalaman klien
kemudian merefleksikan kepada klien kembali.
Tujuannya adalah memberikan kemampuandan ketrampilan kepada mahasiswa/calon
konselor agar dia dapat mereflesikan perasaan, pikiran dan pengalaman klien
melalui pengamatan perilaku verbal dan nonverbal.
4)
Eksplorasi
adalah upaya untuk membuat klien mengatakan semua perasaan, pikiran dan pengalaman
kepada konselor secara jujur. Tujuannya adalah agar
mahasiswa/calon konselor mampu menyusun kata ataua kalimat yang dapat menggugah
perasaan, pikiran dan pengalaman klien, sehingga ia menjadi terbuka, untuk
menjelaskan secara rinci
5)
Paraphrasing
adalah upaya konselor agar inti pembicaraan klien bisa di tangkap dan di
bahasakan dengan sederhana serta mudah di mengerti oleh klien.
Tujuannya adalah untuk dapat menangkap isi dan pesan utama yang di sampaikan
klien, member arah atas jalannya konseling dan pengecekan kembali persepsi
konselor tentang apa yang di kemukakan klien (Willis, 2010)