Dalam bahasa Yunani ‘kematian’ disebut thanatos. Thanatos berarti bentuk kematian atau keadaan
mati. Tetapi kata ini juga dipakai untuk mengungkapkan hal berbahaya yang
mematikan, bagaimana kematian, ancaman kematian. Thanatos berarti membuat seseorang mati,
membunuh, dan mengakibatkan sesuatu hal berbahaya yang mematikan. Kematian
adalah jangka waktu ketika kita melewati dengan sendiri dunia yang tidak
kelihatan.
Mati
menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari jasad, kalau menurut
ilmu kedokteran orang baru dikatakan mati jika jantungnya sudah berhenti
berdenyut. Mati menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup
adalah bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari
jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua
kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita
masih berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh
manusia ketika itu belum memiliki jasad.
Komaruddin
(2005) kematian adalah keniscayaan, tidak satu jiwa pun mampu menghindarinya.
Sedikit sekali yang mau menerimanya, dan hampir semua orang merasa sangat berat
meninggalkan hidup ini. Seperti yang tertera dalam Al’Quran “Setiap sorang
diantara mereka menginginkan seandainya dia diberi umur seribu tahun…, “(QS
Al-Baqarah [2]:96). Bahkan bukan hanya seribu tahun,yang diinginkan adalah
kekekalan selama-lamanya. Keinginan hidup kekal itu, antara lain disebabkan
karena umur manusia tidak sepanjang harapan dan cita-citanya. Ketidaksiapan
manusia dalam memaknai kematian tersebut didasari atas rasa takut, boleh jadi
juga rasa takut itu disebabkan karena pemikiran tentang sanak keluarga yang
akan ditinggal. Kecemasan ini diusik dengan janji bagi yang taat agar tak perlu
risau karena para malaikat akan mengurus mereka (QS Fushshilat [41]:30-31).
Sebagai
mahluk ciptaan, ternyata hidup manusia itu terbatas. Manusia sama sekali tidak
bisa mempertahankan apa yang diinginkan. Kedudukan manusia yang tinggi maupun
besarnya kekuasaan yang digenggam, akan “melorot” bila saatnya tiba. Kekayaan
yang melimpah, juga akan “terkuras” kalau rentang waktunya sudah habis. Nyawa
sekalipun segera pupus manakala “masa pakainya habis”.
Kematian
tidak perlu diminta. Akan datang
sendiri, tidak perlu mendaftar atau mencalonkan
diri. Data setiap mahluk sudah tercatat. Nama, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, bangsa, agama, maupun latar belakang aktivitas selama hidup. Termasuk
hal-hal paling kecil, maupun niat yang masih tersembunyi di dalam hati. Semua
terdata utuuh dan lengkap. Lebih lengkap daripada data Badan Pusat Statistik.
Spilka
et al (1977) berpendapat ada delapan persepsi manusia tentang kematian, yaitu:
1) Kematian
sebagai penderitaan dan kesendirian. Dalam hal ini kematian dipandang sebagai
penderitaan karena terkait dengan hilangnya kemampuan dan kesadaran serta
bentuk isolasi dari kehidupan.
2) Kematian
sebagai salah satu tahap perjalanan hidup menuju akhirat di mana manusia akan
mendapatkan ganjaran sesuai perbuatannya. Kematian merupakan pintu menuju
tempat pembalasan, justifikasi dan keabadian.
3) Kematian
sebagai peristiwa alamiah yang terjadi pada semua mahluk hidup. Kematian adalah
sesuatu yang terjadi tanpa ada konsekuensi atau akibat dan peristiwa tidak
penting yang terjadi pada setiap mahluk yang ada di dunia.
4) Kematian
sebagai sesuatu yang gaib. Akhir kehidupan adalah sesuatu yang misterius, tidak
dapat dimengerti oleh pikiran manusia, dan sesuatu yang ambigu.
5) Kematian
sebagai satu kesalahan karena meninggalkan orang-orang yang harus ditanggunng.
6) Kematian
sebagai keberanian. Kematian merupakan suatu kesempatan untuk menunjukkan
karakter dan kekuatan, realisasi final nilai tertinggi yang dianut seseorang.
7) Kematian
sebagai kegagalan. Kematian merupakan kegagalan dan kekalahan individu, puncak
frustasi dan ketidakberdayaan.
8) Kematian
sebagai perjalanan akhir sebagai mahluk. Kematian hanyalah kesimpulan alamiah
dari kehidupan, titik terminal tanpa ada apa-apa di belakangnya.
Penelitian
tentang sikap terhadap kematian dan kecemasan akan kematian telah dilaksanakan
oleh para ahli social di seluruh dunia. Ada lebih dari seribu kajian yang telah
dipublikasikan dalam bidang ini, dan ada empat tema besar yang muncul dari
temuan-temuan penelitian (www.personallegacy.net):
1) Sebagaian
besar orang memikirkan tentang kematian dan menceritakan ketakutan tertentu
tentang kematian kepada orang lain, tetapi hanya sedikit yang memperlihatkan
keasyikan dengan kematian atau kenyamanan akan kematian.
2) Kaum
perempuan secara konsisten mengungkapkan rasa takut yang lebih besar kepada
kematian dibandingkan kaum pria, tetapi, perbedaan dalam tingkatan ketakutan
secara tipikal dapat dikatakan masih ringan atau pada taraf sedang pada semua
penelitian yang pernah dilakukan.
3) Ketakutan
akan kematian tidak akan meningkat seiring peningkatan usia pada sebagian besar
orang. Artinya, hamper sebagian besar orang yang dalam proses peningkatan usia,
menyadari bahwa kematian sebagai tahap yang tidak dapat dihindari oleh
siapapun.
4) Jika
seseorang ditanya, apa yang terpikir jika kematian menimpanya, maka jawabannya
lebih banyak menyangkut kekhawatiran akan penderitaan, ketidakberdayaan,
ketergantungan dan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan dibandingkan dengan
kondisi sekarat dan kematian yang akan menimpanya.
2.2.
Kematian Dalam Berbagai Pandangan Agama
a.
Dalam Pandangan Islam
Al-qur’an
dan hadis-hadis Nabi menggunakan beberapa istilah untuk menyebutkan kematian,
diantaranya maut, ajal dan wafat. Misalnya dalam suatu hadis disebutkan bahwa “Jika anak Adam meninggal dunia maka semua
amalnya terputus kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya.” Kata
meninggal dalam hadist ini adalah terjemahan dari kata “maut” yang berkonotasi
terpisahnya ruh dari jasad. Oleh karena itu, mayit yang berarti orang yang
meninggal dunia, sesungguhnya mengandung makna jasad tanpa ruh atau jasad yang
telah ditinggalkan ruhnya menuju alam ruhani atau alam amar menurut istilah
Imam Ghozali.
Sedangkan
ajal berarti batas kehidupan yang dimiliki setiap orang yang bernyawa. Jika
batas kehidupan seseorang telah sampai maka tidak ada satupun yang dapat
menawar-nawar penundaan kematian atau meminta pencepatan kematian karena setiap
orang sudah memiliki batas kehidupan masing-masing. Wafat secara bahasa berarti
sempurna. Dengan demikian orang yang wafat adalah orang yang telah
menyempurnakan tugas-tugas kehidupannya di akhirat menurut ketentuan Allah SWT.
Dalam
pandangan islam, kematian merupakan suatu misteri dan rahasia Tuhan, tidak ada
satupun manusia yang tahu kapan dia akan meninggalkan dunia yang fana ini,
kecuali tanda-tanda tertentu yang bisa jadi tepat tetapi bisa juga salah.
b.
Dalam Pandangan Budha
Sang
Budha bersabda “Kehidupan tidak pasti, namun kematian itu pasti”. Kematian
pasti akan datang dan merupakan suatu hal yang wajar, serta harus dihadapi oleh
setiap makhluk. Definisi kematian menurut agama Budha tidak hanya sekedar
ditentukan oleh unsur-unsur jasmaniah, entah itu paru-paru, jantung ataupun
otak. Ketakberfungsian ketiga organ itu hanya merupakan gejala ‘akibat’ atau
‘pertanda’ yang tampak dari kematian, bukan kematian itu sendiri. Faktor
terpenting yang menentukan kematian ialah unsur-unsur batiniah suatu makhluk
hidup. Walaupun organ-organ tertentu masih berfungsi sebagaimana layaknya
secara alamiah ataupun melalui bantuan peralatan medis. Seseorang dapat
dikatakan mati apabila kesadaran ajal (cuticitta) telah muncul dalam dirinya.
Begitu muncul sesaat, kesadaran ajal akan langsung padam. Pada unsur jasmaniah,
kematian ditandai dengan terputusnya kemampuan hidup.
Kematian
menurut definisi yang terdapat dalam kitab suci agama Budha adalah hancurnya
Khanda. Khanda adalah lima kelompok yang terdiri dari pencerapan, perasaan,
bentuk-bentuk pikiran, kesadaran dan tubuh jasmani manusia atau materi. Keempat
kelompok pertama merupakan kelompok batin atau ‘nama’ yang membentuk suatu
kesatuan kesadaran. Sedangkan kelompok kelima yaitu jasmani manusia atau materi
merupakan ‘rupa’, yakni kelompok fisik atau materi. Gabungan batin dan jasmani
inilah yang disebut individu, pribadi atau ego.
Peranan
kematian adalah untuk menyadarkan setiap manusia akan akhir kehidupannya, bahwa
betapa tinggi pun tempatnya, apapun bantuan teknologi atau ilmu kedokteran yang
dimilikinya, pada akhirnya tetap harus mengalami hal yang sama yaitu di dalam
kubur atau menjadi segenggam debu. Tetapi ini bukanlah akhir dari kehidupan dan
kematian, karena proses kelahiran dan kematian akan terus berlangsung hingga
kita mencapai kesempurnaan batin. Kematian itu selalu diikuti oleh peleburan
dalam kematian itu, atau jika orang dapat melakukan tumimbal lahir ke dalam
kehidupan (alam) yang ia ingini, maka tidak ada orang takut kepada kematian.
c. Dalam Pandangan Hindu
Agama Hindu percaya bahawa penjelmaan dan kematian adalah
sebagai pandangan jiwa beralih daripada satu badan ke satu laluan untuk
mencapai Nirwana, yaitu syurga. Kematian adalah satu peristiwa yang
menyedihkan. Manakala sami-sami Hindu menekankan pengebumian adalah satu
penghormatan dan tanda peringatan kepada si mati. Masyarakat Hindu membakar
mayat mereka, percaya bahawa pembakaran satu mayat menandakan pembebasan
semangat dan api adalah mewakili shiva, yaitu dewa pemusnah. Ahli-ahli keluarga
akan berdoa di sekeliling badan secepat mungkin selepas kematian.
Selepas pembakaran mayat, keluarga akan dihidangkan dan
bersembahyang dalam rumah mereka. Orang yang berkabung akan mandi dengan
sepenuhnya sebelum memasuki rumah selepas pengebumian. Seorang sami akan
melawat dan melakukan upacara sembayang untuk si mati pada hari ke 16 sebagai
tujuan mententeramkan si mati. 'Shradh'
adalah upacara sembahayang setahun selepas kematian orang. Ini diadakan setahun
sekali bagi memperingati mereka. Sami juga berpesan kepada ahli keluarga bahwa
pemberian makanan kepada masyarakat miskin adalah satu tanda ingatan kepada si
mati.
Menurut
agama Hindu, kematian itu merupakan saat yang sangat penting, bahkan saat
menentukan arti kehidupan seseorang. Dianjurkan agar orang segera mengingat
Tuhan Yang Maha Esa pada saat meninggal. Hanya dengan membiasakan kesadaran
ingat Tuhan pada saat meninggal akan terjadi, dan ia akan mampu mengantarkan
kita ke tempat yang indah dalam spiritual. Sesungguhnya kematian dan kehidupan
secara fundamental bukanlah pengalaman-pengalaman yang tersendiri, yang
terisolasi dari yang lain
d. Dalam Pandangan Kristen
Kematian
ialah perpisahan antara tubuh dan roh. Jiwa atau kesadaran tubuh yang tidak
memiliki roh. Tubuh bersifat sementara atau fana, sedangkan jiwa atau roh kekal.
Karena itu, kematian bukan merupakan akhir dari kisah kehidupan manusia. Ketika
manusia mati, tubuh insanilah yang berakhir atau lenyap, sedangkan jiwa atau
roh manusia tetap hidup. Tidak dapat dikatakan bahwa dengan kematian segalanya
hilang tidak berbekas. Sebab pandangan itu memaksa kita juga beranggapan bahwa
segala bagian kemanusiaan, entah bagian jasmaniah, entah bagian psikologi atau
segala perbuatan dan hasil usaha manusia itu hanya akan menuju kehancuran belaka.
Katolik
Roma, percaya bahwa setelah kematian, jiwa orang yang meninggal berada di
tempat penantian, dan jiwa itu dibersihkan sebelum masuk ke dalam sorga.
Protestan, mempercayai bahwa seseorang Kristen akan mati dan jiwanya langsung
pergi bertemu Allah di sorga. Jiwa itu menantikan saat dibangkitkan dan
kerajaan Kristus akan didirikan di dunia.
e.
pandangan lainnya
di
Mesir kuno, dilakukan pembalseman mayat, yang dikenal dengan mummi. Bangsa
mesir kuno percaya bahwa mayat utuh merupakan kediaman bagi roh dalam kehidupan
sesudah mati (Ensiklopedi Indonesia, 1983;2310).