Social Icons

Minggu, 01 Januari 2012

Telinga Sang Ibu

Seorang sahabat pernah mengirim surat elektronik (e-mail) yang mengharukan tentang telinga seorang ibu. Dikisahkan, seorang ibu yang baru melahirkan sangat terkejut ketika melihat sang bayi tidak memiliki daun telinga. Untunglah bayi itu masih memiliki fungsi pendengaran yang sempurna. Tidak ada yang dapat dilakukan orang tua bayi selain menerima takdir bahwa anak mereka yang pertama tidak memiliki kedua daun telinganya.
Hari berganti hari, waktu terus bergulir, si anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang mampu bergaul dengan teman-teman sebayanya. Pelajaran di sekolah pun tidak menjadi masalah untuk diikutinya. Namun satu hal yang mengganggu adalah sindiran teman-temannya yang mengatakan bahwa dia manusia planet, ada lagi yang mengatakan dia adalah titisan dewa langit karena tidak bertelinga, bahkan ada yang melecehkannya supaya nanti besar bekerja di Star Trek saja. Sindiran-sindiran itu jelas menyakitkan hatinya. Tidak jarang dia pulang ke rumah dalam keadaan menangis dan masuk dalam pelukan ibunya. Sang ibu dengan ketabahan yang luar biasa terus memotivasi si anak untuk mengembangkan potensi dan meraih prestasi yang gemilang hingga duduk di bangku perguruan tinggi.
Hingga suatu kali, seorang dokter yang dikenal oleh keluarga itu mengatakan bahwa anak yang sudah tumbuh dewasa ini dapat menerima cangkok daun telinga, dan cangkokan ini sudah ada disimpan beberapa waktu lamanya dari seorang donor. Mendengar berita ini giranglah si anak, meskipun menyisakan pertanyaan siapa yang telah mendonorkan telinganya untuk dirinya. Operasi cangkok pun berjalan dengan lancar, suatu perubahan dirinya semakin meningkat seiring dengan prestasi yang telah ia raih. Hal ini sekaligus penyelesaian studi dan pencarian kerja.
Setelah ia menyelesaikan studi dan bekera sebagai diplomat serta membangun keluarga yang kemudian dikaruniai dua anak, ternyata rasa penasaran tentang siapa pemberi daun telinga kepedanya belum terjawab. Kepada sang ayah hal ini sering ia tanyakan, namun sang ayah tetap mengatakan, "Suatu saat kau akan tahu, nak".
Hingga tibalah saat yang paling menyedihkan menimpa keluarga ini, sang ibunda tercinta meninggal dunia karena sakit. Rasa kehilangan yang tidak terhingga dirasakan oleh sang anak tunggal yang masih terbayang dalam dirinya ketika dia diejek oleh rekan-rekannya, ibunyalah yang menguatkannya. Ibunya pula yang mendorong dirinya untuk selalu menunjukan prestasi gemilang dengan tidak melupakan berbagi pada sesama dan tetap bergantung pada ke-Maha Kuasa-an Pencipta. Namun, kenangan itu tinggallah kenangan, sang ibu tercinta telah pergi untuk selama-lamanya. Saat akan memberikan ciuman terakhir pada jasad si ibu, dengan didampingi sang ayah, si anak sempat terkesima ketika menyibakkan rambut ibunya. Ternyata ibunya tidak memiliki telinga. Teka-teki yang selama ini mengganjal dalam batinnya pun terjawab sudah. Pantaslah, jika bertahun tahun belakangan sang ibu selalu berkata bahwa ia lebih suka memanjangkan rambutnya. Rupanya ia tak ingin si anak tahu jika donor daun telinga itu adalah ibunya sendiri.
Kasih ibu sepanjang jalan dan tidak terbatas pada sesuatu. Tidak heran terkadang penghormatan bagi seorang ibu melebihi perhormatan bagi ibu melebihi penghormatan kepada bapak. Namun popularitas penghormatan bagi seorang ibu tidak semegah sang bapak yang menerimanya. 
Semoga kisah ini, penuh dengan hikmah. Thanks ^_____^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates