Social Icons

Selasa, 10 Januari 2012

Gejolak Emosi Remaja

Pengertian Emosi

Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.

Emosi adalah warna afektif yang kuat dan disertai oleh perubahan-perubahan pada fisik.Pada saat terjadi emosi sering kali terjadi perubahan-perubahan pada fisik antara lain :

1. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
2. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
3. Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut
4. Pernafasan : bernafas panjang kalau kecewa
5. Pupil mata : membesar bila marah
6. Liur : mengering kalau takut atau tegang
7. Bulu roma : berdiri kalau takut
8. Pencernaan : mencret-mencret kalau tegang
9. Otot : menegang dan bergetar saat ketakutan atau tegang
10. komposisi darah : akan ikut berubah karena emosi yang menyebabkan kalenjar-kalenjar lebih aktif.

Karakteristik Emosi Remaja

Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar. Namun tidak semua remaja menjalani masa badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.

Pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.

• Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun

1. Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
2. Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
3. Kemarahan biasa terjadi
4. Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
5. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif

• Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun

1. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
2. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja


Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dimana itu menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.
Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi.

Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain yaitu :

1. Belajar dengan coba-coba

Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.

2. Belajar dengan cara meniru

Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.

3. Belajar dengan mempersamakan diri

Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.

4. Belajar melalui pengkondisian


Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.

5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan


Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.

Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Mendekati berakhirnya remaja, seorang anak telah melewati banyak badai emosional,ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang dan telah
belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi yang ditunjukan mungkin merupakan selubung yang disembunyikan. Contohnya, seorang yang merasa ketakutan tetapi menunjukan kemarahan, dan seseorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa, sepertinya ia merasa senang.

Para remaja semasa kanak-kanak, mereka diberitahu atau diajarkan untuk tidak menunjukan
perasaan-perasaannya, entah perasaan takut ataupun sedih. Akhirnya seringkali mereka takut dan ingin menangis tetapi tidak berani menunjukan perasaan tersebut secara terang-terangan. Kondisi-kondisi kehidupan atau kulturlah yang menyebabkan mereka merasa perlu menyembunyikan perasaan-perasaannya. Tidak hanya perasaan-perasaannya terhadap orang lain saja, namun pada derajat tertentu bahkan ia dapat kehilangan atau tidak merasakan lagi.

Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang
pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.

Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi Remaja


Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Adapun karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung berahan lebih lama
daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh kerena itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.

Dan perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Jika dilihat sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak yang kurang pandai bereaksi. Tetapi sebaliknya mereka lebih dapat mampu mengendalikan emosi.

Dalam sebuah keluarga, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan
keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan kemarahan lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.

Cara mendidik yang otoriter mendorong perkembangan emosi kecemasan dan takut, sedangkan cara mendidik yang permisif atau demokratis mendorong berkembangnya semangat dan rasa kasih sayang. Anak-anak dari keluarga yang berstatus social ekonomi rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi.

Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku


Rasa takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah atau tekanan darah, dan sistem pencernaan mungkin berubah selama pemunculan emosi. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak senang
akan menghambat atau mengganggu proses pencernaan.

Peradangan di dalam perut atau lambung, diare, dan sembelit adalah keadaan-keadaan yang dikenal karena terjadinya berhubungan dengan gangguan emosi. Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi kesehatan.Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan dalam berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Banyak situasi yang timbul di sekolah atau dalam suatu kelompok yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tenang.

Seorang siswa tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, namun bisa juga disebabkan sesuatu yang terjadi pada saat sehubungan dengan situasi kelas. Penderitaan emosional dan frustasi mempengaruhi efektivitas belajar. Anak sekolah akan belajar efektif apabila ia termotivasi, karena ia perlu belajar. Setelah hal ini ada pada dirinya, selanjutnya ia akan mengembangkan usahanya untuk dapat menguasai bahan yang ia pelajari.

Reaksi setiap pelajar tidak sama, oleh karena itu rangsangan untuk belajar yang diberikan harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak. Dengan begitu, rangsangan-rangsangan yang menhasilkan perasaan yang tidak menyenangkan akan mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan mempermudah siswa dalam belajar.

Referensi :
- Sarwono, Sarlito W. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press
- Hurlock, B. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga
- Gunarsa, Singgih. 1990. Dasar & Teori Perkembangan Anak. Jakarta : PT BPK Gunung mulia

Sumber Website : http://www.duniaremaja.org/free-but-polite--f18/gejolak-emosi-remaja-t316.htm


Minggu, 01 Januari 2012

Telinga Sang Ibu

Seorang sahabat pernah mengirim surat elektronik (e-mail) yang mengharukan tentang telinga seorang ibu. Dikisahkan, seorang ibu yang baru melahirkan sangat terkejut ketika melihat sang bayi tidak memiliki daun telinga. Untunglah bayi itu masih memiliki fungsi pendengaran yang sempurna. Tidak ada yang dapat dilakukan orang tua bayi selain menerima takdir bahwa anak mereka yang pertama tidak memiliki kedua daun telinganya.
Hari berganti hari, waktu terus bergulir, si anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang mampu bergaul dengan teman-teman sebayanya. Pelajaran di sekolah pun tidak menjadi masalah untuk diikutinya. Namun satu hal yang mengganggu adalah sindiran teman-temannya yang mengatakan bahwa dia manusia planet, ada lagi yang mengatakan dia adalah titisan dewa langit karena tidak bertelinga, bahkan ada yang melecehkannya supaya nanti besar bekerja di Star Trek saja. Sindiran-sindiran itu jelas menyakitkan hatinya. Tidak jarang dia pulang ke rumah dalam keadaan menangis dan masuk dalam pelukan ibunya. Sang ibu dengan ketabahan yang luar biasa terus memotivasi si anak untuk mengembangkan potensi dan meraih prestasi yang gemilang hingga duduk di bangku perguruan tinggi.
Hingga suatu kali, seorang dokter yang dikenal oleh keluarga itu mengatakan bahwa anak yang sudah tumbuh dewasa ini dapat menerima cangkok daun telinga, dan cangkokan ini sudah ada disimpan beberapa waktu lamanya dari seorang donor. Mendengar berita ini giranglah si anak, meskipun menyisakan pertanyaan siapa yang telah mendonorkan telinganya untuk dirinya. Operasi cangkok pun berjalan dengan lancar, suatu perubahan dirinya semakin meningkat seiring dengan prestasi yang telah ia raih. Hal ini sekaligus penyelesaian studi dan pencarian kerja.
Setelah ia menyelesaikan studi dan bekera sebagai diplomat serta membangun keluarga yang kemudian dikaruniai dua anak, ternyata rasa penasaran tentang siapa pemberi daun telinga kepedanya belum terjawab. Kepada sang ayah hal ini sering ia tanyakan, namun sang ayah tetap mengatakan, "Suatu saat kau akan tahu, nak".
Hingga tibalah saat yang paling menyedihkan menimpa keluarga ini, sang ibunda tercinta meninggal dunia karena sakit. Rasa kehilangan yang tidak terhingga dirasakan oleh sang anak tunggal yang masih terbayang dalam dirinya ketika dia diejek oleh rekan-rekannya, ibunyalah yang menguatkannya. Ibunya pula yang mendorong dirinya untuk selalu menunjukan prestasi gemilang dengan tidak melupakan berbagi pada sesama dan tetap bergantung pada ke-Maha Kuasa-an Pencipta. Namun, kenangan itu tinggallah kenangan, sang ibu tercinta telah pergi untuk selama-lamanya. Saat akan memberikan ciuman terakhir pada jasad si ibu, dengan didampingi sang ayah, si anak sempat terkesima ketika menyibakkan rambut ibunya. Ternyata ibunya tidak memiliki telinga. Teka-teki yang selama ini mengganjal dalam batinnya pun terjawab sudah. Pantaslah, jika bertahun tahun belakangan sang ibu selalu berkata bahwa ia lebih suka memanjangkan rambutnya. Rupanya ia tak ingin si anak tahu jika donor daun telinga itu adalah ibunya sendiri.
Kasih ibu sepanjang jalan dan tidak terbatas pada sesuatu. Tidak heran terkadang penghormatan bagi seorang ibu melebihi perhormatan bagi ibu melebihi penghormatan kepada bapak. Namun popularitas penghormatan bagi seorang ibu tidak semegah sang bapak yang menerimanya. 
Semoga kisah ini, penuh dengan hikmah. Thanks ^_____^

 
Blogger Templates