- Historical Overview of Autism
Sejak pertama kali diketahui,
gangguan autistic telah memiliki aura yang agak mistis. Sindrom tersebut
diidentifikasi tahun 1943 oleh seorang psikiater di Harvard, Leo Kanner, yang
suatu saat dalam pelaksanaan pekerjaan klinisnya mengamati bahwa kesebelas anak
yang mengalami gangguan menunjukkan perilaku yang tidak ditemukan pada
anak-anak dengan retardasi mental atau skizofrenia. Kanner mendeskripsikan
symptom dari sebelas anak itu menderita gejala “extreme autistic loneliness” dimana sejak awal kehidupan mereka
tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara tidak wajar. Mereka memiliki
keterbatasan yang parah dalam bahasa dan memiliki keinginan obsesif yang kuat. Penelitian
kanner bukan hanya di sana saja, ia menggambarkan perkembangan fisik, emosi dan
intelektual anak sebagaimana berfungsi secara baik saat pengukurannya. Dia juga
memberikan gambaran secara detail tentang orang tuanya. Dia bingung bahwa
sebelas anak tersebut adalah berasal dari “highly
intelligent families”. Sembilan dari sebelas anak tersebut memiliki
pendidikan sampai universitas yang langka saat itu. Namun, Kanner menyimpulkan
laporan pertama pada gangguan dengan menganggap bahwa kesulitan mereka memiliki
biologis, bukan psikologis atau social.
Terlepas dari deskripsi awal
oleh Kanner dan yang lain, gangguan tersebut tidak dimasukkan dalam klasifikasi
diagnostic resmi hingga terbitnya DSM-III pada tahun 1980. Pada edisi pertama (DSM-I) yang terbit pada tahun
1952, walau autisme sebenarnya sudah diketahui sebagai kondisi yang unik pada
tahun 1943, namun tidak dicantumkan sebagai kelainan tersendiri pada DSM-I ini,
melainkan dikategorikan ke dalam jenis reaksi skizofrenik pada masa
kanak-kanak (schizophrenic reaction, childhood type).
Pada DSM-II yang terbit
tahun 1968, autisme juga masih dikategorikan sama seperti pada DSM-I tersebut.
Barulah pada DSM-III yang terbit pada tahun 1980, autisme diletakkan dalam
kategori diagnostik yang tersendiri, namun masih disebut sebagai infantile
autism. Kemudian disadari bahwa autisme ini bukan merupakan kelainan jiwa
(skizofren) yang terjadi pada masa kanak-kanak, sehingga pada tahun 1987
kata infantile dihilangkan, dan diganti menjadi autistic
disorder.
DSM-IV yang diterbitkan
pada tahun 1994 menambahkan kategori PDD (Pervasive Developmentel
Disorder) dan beberapa subtipenya, yang sekarang dikenal sebagai
ASD (Autistic Spectrum Disorder). Sebagai tambahan pada autistic
disorder, diagnosis mungkin juga dikategorikan pada Aspreger’s
Disorder, Rett’s Disorder, Childhood Disintegrative Disorder, and
Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS).
DSM IV TR (DSM IV TR, 2000) yang masih
menggunakan Triad of
Impairment, yaitu: 1) gangguan komunikasi, 2) gangguan sosial, dan 3)
gangguan perilaku dengan minat terbatas dan perilaku berulang. DSM-V sudah diterbitkan pada tahun Mei 2013 gejala autisme
memiliki 2 gejala utama: 1) komunikasi sosial, serta 2) minat terbatas dan
perilaku berulang.
Gangguan autis merupakan salah satu gangguan
pervasive karena ditandai dengan kerusakan parah dan meluasnya di beberapa area
perkembangan, antara lain : keterampilan interaksi social, kemampuan
komunikasi, adanya perilaku stereotype, gangguan pada minat dan kegiatan.
Gangguan ini relative menyimpang dari tahap perkembangan dan usia mental
individu.
- Definition and Criteria from DSM-IV-TR
of Autism
Istilah autisme berasal dari
bahasa latin yaitu auto, yang artinya “self”.
Anak menderita “selfism” tetapi bukan
“selfishness” yang artinya mereka
terlihat seperti selalu tinggal dalam dunia yang mereka diami sendiri. Sehingga
autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik
dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen dkk, 1998).
Criteria gangguan autistic
dalam DSM-IV TR adalah
·
Enam
atau lebih dari criteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan minimal dua
criteria dari A dan masing-masing satu dari B dan C
- Hendaya
dalam interaksi social yang terwujud dalam minimal dua dari criteria
berikut:
ü
Hendaya
yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, bahasa tubuh
ü
Kelemahan
dalam perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahap
perkembangan
ü
Kurang
melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan
ü
Kurangnya
ketimbalbalikan social atau emosional
- Hendaya
dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu criteria berikut:
ü
Keterlambatan
atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya dengan
gerakan nonverbal
ü
Pada
mereka yang cukup mampu berbicara, hendaya yang tampak jelas dalam kemampuan
untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain
ü
Bahasa
yang diulang-ulang atau idiosinkratik
ü
Kurang
bermain sesuai tahap perkembangannya
- Perilaku
atau minat yang diulang-ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu
criteria berikut:
ü
Preokupasi
yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu
ü
Keterikatan
yang kaku pada ritual tertentu
ü
Tingkah
laku stereotip
ü
Preokupasi
yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek
·
Keterlambatan
atau keberfungsian abnormal dalam miminal satu dari bidang berikut sebelum usia
3 tahun: interaksi social, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau
permainan imajinatif.
·
Gangguan
yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan rett atau gangguan disintegrative
di masa kanak-kanak.
Gangguan Sosial dan Emosional.
Normalnya
bayi menunjukkan tanda-tanda kelekatan, biasanya pada ibunya, sejak usia 3
bulan. Pada anak-anak autis, kelekatan tersebut tidak terlihat. Para orang tua
anak-anak autistic harus berusaha lebih keras untuk melakukan kontak dan
berbagi kasih sayang dengan mereka. Anak-anak autistic jarang berusaha
melibatkan orang tua mereka dalam bermain, dan mereka tidak menunjuk, atau
berbagi objek mainan dengan orang lain. Anak-anak dengan autisme tampak
mengalami masalah keterampilan social yang berat. Mereka jarang mendekati orang
lain dan pandangan mata mereka seolah melewati orang lain. Sebagai contoh,
sebuah studi menunjukkan bahwa anak-anak autistic jarang mengucapkan salam
secara spontan ketika bertemu atau berpisah, baik secara verbal atau dengan
senyuman, melakukan kontak mata, atau gerakan tangan bila bertemu atau berpisah
dengan orang dewasa (Hobson & Lee, 1998). Anak autistic lebih mungkin untuk
memutar-mutar sebuah balok yang disukainya secara terus menerus selama
berjam-jam. Menurut teori pikiran dimana merujuk pada pemahaman kita bahwa
orang lain memiliki keinginan, keyakinan, niat dan emosi yang berbeda dengan
kita, anak autism nampaknya tidak mampu memahami perspektif dan reaksi emosi
orang lain sehingga banyak yang berpendapat bahwa anak-anak autistik kurang
memiliki empati.
Kekurangan Komunikasi.
Bahkan
sebelum mereka menguasai bahasa, anak-anak autistic menunjukkan kelemahan dalam
komunikasi. Mengoceh (babbing), istilah yang menggambarkan ucapan bayi sebelum
mereka mulai mengucapkan kata-kata sebenarnya jarang dilakukan para bayi dengan
autism dan menyampaikan lebih sedikit informasi disbanding bayi-bayi lain
(Rick, 1972). Salah satu cirinya adalah ekolalia, di mana anak mengulangi,
biasanya dengan ketepatan yang luar biasa, perkataan orang lain yang didengarnya.
Contoh dari ekolalia adalah seorang anak autis bisa secara terus menerus
mengulang satu kata atau kalimat atau nyanyian tanpa dimengerti artinya. Ada
dua tipe dasar echolalia:.
a)
Echolalia
Langsung adalah ketika seorang anak mengulangi sesuatu yang dia / dia hanya
mendengar. Misalnya, orang dewasa mengatakan, "Apakah Anda ingin
beberapa jus?"dan anak mengulangi kembali," Apakah Anda ingin jus?”
bukannya menjawab pertanyaan.
b)
Echolalia
Tertunda adalah ketika seorang anak mengulangi sesuatu yang dia dengar
beberapa jam, hari, minggu, bulan, atau tahun sebelum. Dia tidak selalu
mengulang kata atau frase segera setelah mendengar mereka.
Akan
tetapi, ciri ekolalia bukanlah satu ciri yang penting karena dalam perkembangan
anak umum juga terdapat fase di mana anak mulai bisa meniru dan selalu
mengulang kata yang baru dikenalnya. Untuk membedakannya dengan anak autis,
orang tua dapat mengetahuinya dengan cara apakah anak menyerti arti kata yang
didengar atau diucapkannya.
Selain itu juga pronoun
reversal atau pembalikan kata ganti, anak-anak autistic akan merujuk
dirinya sendiri dengan kata ganti “ia”, “dia”, atau “kamu” atau dengan menyebut
nama mereka sendiri.
Contohnya : Kamu sedang apa, johnny?
Anak
: Ia ada di sini
Orang
tua : Apakah kamu merasa senang?
Anak
: Ia tahu itu
Neologisme, kata-kata ciptaan atau kata-kata yang
digunakan dengan cara tidak biasa, merupakan karakteristik lain dalam
pembicaraan anak-anak autistik. Sebagai contoh anak autistic berusia 2 tahun
dapat menyebut milk (susu) dengan kata “moyeee” dan terus menggunakannya hingga
melewati masa di mana anak normal telah mampu mengatakan “milk”. Kelemahan
komunikasi tersebut dapat menjadi penyebab kelemahan social pada anak-anak
dengan autisme dan bukan sebaliknya. Orang-orang dengan autisme sering kali
kurang memiliki spontanitas verbal dan jarang berekspresi secara verbal serta
penggunaan bahasa mereka tidak selalu tepat.
Tindakan Repetitif dan Ritualistik
Anak-anak
dengan autisme dapat menjadi sangat marah bila terjadi perubahan dalam
rutinitas harian dan situasi sekeliling mereka. Susu yang diberikan dengan
gelas yang berbeda atau perubahan letak perabotan dapat membuat merekamenangis
atau memicu temper tantrum. Karekteristik obsesional juga terdapat dalam
perilaku anak-anak autistik dengan cara yang berbeda. Ketika bermain mereka
dapat terus-menerus menjajarkan berbagai mainan atau membentuk berbagai pola
yang rumit dengan menggunakan berbagai benda perlengkapan rumah.
Anak-anak
dengan autistic juga memiliki perilaku stereotype, gerakan tangan ritualistik
yang aneh, dan gerakan ritmik lainnya seperti menggoyangkan tubuh tiada henti.
Hal ini seringkali digambarkan sebagai aktivitas stimulasi diri. Mereka dapat
memiliki preokupasi untuk mengutak-atik sebuah benda mekanis dan dapat menjadi
sangat marah bila diganggu.
- Empirical Validity
Validitas empiris autisme
ini juga ditetapkan (Rutter & Schopler, 1992), meskipun para peneliti masih
belum tahu bagaimana cara terbaik untuk mengklasifikasikan manifestasi yang
beragam. Singkatnya, tidak ada keraguan bahwa autisme adalah suatu kondisi yang
berbeda dari gangguan psikologis lain masa kanak-kanak dan remaja.
Simtom-simtom dan perkembangannya unik dan itu telah diobservasi pada anak di
seluruh penjuru dunia.
Meskipun validitas empiris
dari gangguan ini tidak diperdebatkan, autis dan onset skizofrenia pada anak
sering dibingungkan untuk mengetahui gejala awalnya ketika awal mula
penelitian. Pada tahun 1949, kanner menyatakan bahwa “awal autism pada anak
dapat dipandang sebagai awal mungkin perwujudan skizofrenia masa kanak-kanak”.
Bagaimanapun harus bisa membedakan secara jelas antara keduanya.
- Comordibity
Medical Conditions. Banyak kondisi medis yang diasosiasikan dengan autis, meskipun
luasnya asosiasi ini berhubungan dengan bagaimana ketepatan suatu kondisi
didefinisikan (Barton & Volkmar, 1998). Epilepsy adalah kondisi medis yang
sering dialami oleh anak autis, berpengaruh pada anak yang mengalami gejala
sekitar 20-30 %. Epilepsi biasanya muncul pada anak usia dini atau pada saat
pubertas, dan juga sangat umum di kalangan anak-anak yang mengalami
keterbelakangan mental (Gillberg, 1991b). Meskipun asosiasi antara autis dengan
epilepsi telah disebutkan pada awal menulis di gangguan ini, sifatnya masih harus dijelaskan.
Psychological Symptoms and Disorder. Bertentangan dengan pandangan populer
autisme digambarkan dalam beberapa film, hanya sejumlah kecil anak-anak yang
terkena kemampuan intelektual rata-rata atau superior. Kenyataannya, lebih dari
75% orang dengan autis memiliki IQ yang rendah dari 70. Secara umum, anak
dengan autis berhasil lebih baik dalam tes intelegensi nonverbal daripada
verbal (Bryson, Clark, & Smith, 1988). Namun, generalisasi yang luas ini
tidak hanya terjadi di autisme. Ini berlaku untuk beberapa kondisi psikologis
lain, seperti retardasi mental dan ketidakmampuan belajar. Dalam sebagian besar
kasus, anak-anak dengan autisme memiliki kesulitan perilaku serius yang
menghadirkan tantangan besar bagi pengasuh mereka. mereka mungkin menunjukkan inatentive,
hiperaktif, impulsif atau perilaku serupa pada anak-anak dengan attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), atau amukan parah atau agresivitas yang
menyerupai masalah anak muda dengan oppositional deficit disorder (ODD). Mereka
juga mungkin melakukan perilaku menyakliti diri sendiri (seperti memukul kepala
secara keras hingga berdarah), tetapi itu terjadi ketika memiliki keterlambatan
bahasa dan retardasi mental yang signifikan. Perilakunya menunjukkan rasa
frustasi terhadap kesulitan bagaimana berkomunikasi dan mengungkapkan sesuatu
(Koegel & Koegel, 1996).
- Epidemiologi
Prevalence; Age and Gender Characteristic.
Studi
epidemiologi awal, dimana dimulai tahun 1960an, melaporkan dari 2 sampai 5 anak
per 10.000 (Lotter, 1966; Wing & Gould, 1979). Banyak penelitian di seluruh
penjuru dunia menyampaikan bahwa 5 sampai 10 anak dari 10.000 yang mengidap
autis (Fombonne, 1998; Tanguay, 2000). Banyak penelitian yang menyetujui bahwa
perubahan prevalensi bukan menunjukkan peningkatan yang actual pada individu
setiap tahunnya, tetapi fakta untuk mengetahui gejala gangguan ini sudah
diketahui secara baik. Peningkatan terjadi pada criteria diagnosis karena telah
disusun dari beberapa decade daripada sebelumnya sehingga memudahkan untuk
mengetahui anak dengan gangguan autis.
Secara
definisi, autis pada anak mulai muncul saat usia 3 tahun. Namun, gangguan ini
sering terdiagnosa di kemudian hari. Dalam beberapa kasus, kesulitan
perkembangan terlihat di tahun pertama pada anak, meskipun orang tua atau
pengasuhnya mengetahui, mereka tidak berpikir secara serius (Siegel, Pilner,
Eschler, & Elliot, 1988). Kunjungan pada anak secara rutin dan pemeriksaan
perkembangan telah dilakukan secara umum di banyak negara industri dan mungkin
menjelaskan mengapa autisme didiagnosis sejak awal saat ini daripada
sebelumnya, terutama bila disertai dengan keterbelakangan mental.
Perkiraan
anak autis 4-5 lebih sering dialami oleh anak laki-laki daripada perempuan. Namun,
angka tersebut menutupi fakta bahwa fungsi intelektual anak perempuan dengan
autisme umumnya memiliki tingkat yang lebih rendah daripada anak laki-laki.
Social and Cultural Differences
Autism
merupakan fenomena yang universal di mana terjadi di berbagai penjuru dunia
seperti di England (Wing, Yeates, Brierley, & Gould, 1976), Canada (Bryson,
Clark, & Smith, 1988), France (Fombonne, 1998), Japan (Tanoue, Oda, Asano,
& Kawashima, 1988), and Scandinavia (Steffenburg et al., 1989). Dalam
studi, epidemologi dan karakteristik anak autistic berbeda dilihat dari sebuah
social, kultur atau etniknya.
- Developmental Trajectories and
Prognosis
Infancy and Early Childhood
Tanda
awal dari gejala ini sering relatif kecil dan tidak dapat menarik banyak
perhatian. Satu anak dapat menanggapi sedang dilakukan dengan menjadi lemas dan
pasif atau kaku dan tegang. Lainnya mungkin tidak melakukan kontak mata atau
senyum. Masih lain mungkin bereaksi keras terhadap berbagai suara tetapi gagal
untuk menanggapi namanya sendiri. Dalam kebanyakan kasus, tanda-tanda awal
menjadi lebih jelas dan mengkhawatirkan karena anak berkembang. Pada usia 2,
anak cenderung untuk menghindari orang dewasa, teman sebaya sama, jarang
berusaha untuk diadakan dan menghibur, dan menunjukkan minat sedikit atau tidak
apa yang orang lain lakukan. Masalah social ini sering membutuhkan bantuan dari
konselor yang professional (Siegel et al., 1988).
Saat
anak autistic berkembang, adanya kesulitan komunikasi, perilaku stereotip, dan
atau kesulitan belajar muncul juga dan, dalam banyak kasus, terkait dengan
keterbelakangan mental. Menariknya, dalam kaset video bayi antara 9 bulan dan 1
tahun, anak-anak kemudian didiagnosis dengan autisme dapat dibedakan secara
jelas dengan perilaku mereka dari anak-anak dengan cacat perkembangan lain dan
dari anak-anak rata-rata.
Later Childhood, Adolescence and Adulthood
Gejala
yang hadir pada usia 4 atau 5 tahun cenderung bertahan sepanjang masa kecil.
Tapi perilaku spesifik mengubah sebagai fungsi dari perkembangan anak, cara di
mana anggota keluarga, guru, dan teman sebaya menanggapi anak, dan intervensi
anak yang diterima. Misalnya, anak-anak muda dengan autisme jarang tertarik
pada rekan-rekan mereka, sedangkan anak-anak dengan gangguan ini sering
terlihat ingin mengembangkan hubungan timbal balik tetapi tidak tahu bagaimana
(APA, 2000a).
Penelitian
dari seluruh dunia menunjukkan bahwa hingga 30% dari remaja yang terkena
menunjukkan kerusakan sementara atau permanen dalam fungsi remaja selama
tahun-tahun (Gillberg, £ 199, Kobayashi, Murata, & Yoshi naga, 1992).
Kerusakan ini, yang tampaknya mempengaruhi perempuan lebih sering daripada anak
laki-laki, dapat diamati di semua bidang perilaku. Namun, biasanya muncul
sebagai peningkatan hiperaktif, agresif, dan perilaku stereotip atau minat,
serta diperkuat dengan kesulitan bahasa. Mayoritas remaja dengan autisme terus
memiliki masalah yang cukup besar dalam kehidupan orang dewasa, terutama dalam
interaksi sosial. Tindak lanjut studi menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil
orang dewasa dengan autisme dapat hidup mandiri dan bekerja dalam pengaturan
terstruktur (Aussilloux & Mises, 1997; Gillberg, 1991 b; Kobaya4li et al,
1992;. Venter, Tuhan, & Sehopier 199:. a).
- Etiologi of Autism
Biological
Factor
·
Genetic Factor
Faktor genetik berperan
penting tetapi masih minim dimengerti untuk peran sebagai etiologi dari
autistik tersebut. Studi keluarga anak-anak dengan autisme menunjukkan bahwa 3%
sampai 5% anak-anak yang terkena memiliki seorang saudara atau saudari dengan
gangguan yang sama. Jumlah ini meningkat, menjadi antara 12% dan 20% jika salah
satu termasuk saudara-saudara yang menderita defisit kognitif, defisit sosial,
atau gangguan perkembangan luas lain (Rutter, 2000; Smalley, 1991). Misalnya peneliti menemukan bahwa empat dari sebelas
kembar identik atau monozygotic (36%) juga menderita autisme, tetapi tak satu
pun dari sepuluh kembar fraternal atau dizygotic lakukan (Folstein &
Rutter, 1977). Penelitian pada tahun 2006 menunnjukan bahwa anak kembar
memiliki 90% kemungkinan mereka terkena Autis. Tingkat kesesuaian autisme secara konsisten lebih tinggi di antara
kembar monozigot (di mana mereka berkisar 36-96%, dengan tingkat rata-rata 64%)
dibandingkan kembar dizigot (di mana mereka berkisar dari 0% sampai 24%. dengan
tingkat rata-rata dari 9%) (Smlley. 1991).
Beberapa
hal penyebab genetis adalah usia ibu yang terlalu tua saat mengandung atau usia
ayah yang terlalu tua (berpengaruh pada kualitas sperma), beberapa penelitian
menunjukan bahwa kwalitas sperma lelaki berusia tua cenderung akan lebih mudah
bermutasi dan memicu timbulnya autisme pada anak. Jika salah satu orang tua
berusia 35-39 tahun, factor resiko terjadinya autism sebesar 27 %. Sedangkan
jika ibu yang berusia 35-40 tahun, resikonya meningkat 65 % dibandingkan jika
ayahnya yang berusia itu hanya sebesar 44 %.
·
Neurological Factor
Secara
umum, anak dengan autisme memiliki kelainan neurologis lebih dibandingkan
anak-anak lain. Demikian juga, banyak studi biokimia, radiologi, dan patologi
di neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin, atau struktur otak seperti
cerebellum yang telah ditemukan ada kelainan penting dalam beberapa individu
dengan autisme. Namun, temuan ini tidak memungkinkan kita untuk menarik
kesimpulan tegas tentang etiologi gangguan tersebut, karena hasil mereka
biasanya hanya berlaku untuk sebagian kecil dari individu yang terkena autisme,
dan karena beberapa kelainan yang mereka miliki juga ada pada anak dengan
gangguan seperti keterbelakangan mental dan anak usia onset skizofrenia
(Ghaziuddin, Zaccagnini, Tsai, & Elardo, 1999). Menurut beberapa dokter
yang ahli di bidangnya, beberapa hal yang terjadi pada trimester pertama
kehamilan dapat menggangu proses pembentukan dan perkembangan otak janin. Hal
ini terjadi khususnya di area otak yang disebut dengan system limbic yang
memproses emosi pada anak.
Akhirnya,
penafsiran temuan neurologis yang paling rumit oleh fakta bahwa sebagian besar
peserta dalam studi penelitian telah autisme selama beberapa tahun pada saat
mereka belajar. Akibatnya, kelainan mereka bisa menjadi konsekuensi dari hidup
dengan autisme sebanyak penyebab gangguan tersebut - karena gangguan itu
sendiri dapat membawa perubahan neurologis dari waktu ke waktu.
·
Factor Related to Pregnancy and Birth
Penyebab
autisme juga ditemukan pada saat janin saat dalam kandungan ibu, dsebabkan oleh
beberapa faktor yaitu usia ibu terlalu tua saat mengandung, sang ibu memiliki
penyakit diabetes, mengalami pendarahan, sang ibu sering mengkonsumsi obat-obat
tertentu saat mengandung anak tersebut. Faktor-faktor yang memicu autis saat
dalam kandungan adalah :
a.
Infeksi virus saat hamil.
Sindroma
rubella congenital adalah virus yang bisa menyerang saat ibu hamil di trimester
pertama di duga adalah penyebab utama pemicu Autis. Sebenarnya resiko kehamilan
bukan hanya berlaku untuk autis tapi juga untuk penyakit lain yang bersangkutan
dengan psikologi misalnya skizofrenia.
b. Pengaruh lingkungan saat ibu mengandung.
Sehat atau
tidaknya lingkungan saat ibu mengandung sangat berpengaruh dengan perkembangan
psikologi anak dalam kandungan. Penelitian terbaru menunjukan bahwa keadaan ibu
hamil yang tinggal di dekat jalan ramai aktivitas kendaaraan sehingga
menimbulkan banyak polusi udara loebih rentan melahirkan anak autis, penelitian
terbaru pada tahun 2012 menunjukan bahwa polusi udara kendaraan member dampak
negatif pada perkembangan otak dan fisik janin bayi pada usia 0-2 tahun.
Sebuah penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 menunjukan bahwa
bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah dan lama dalam kandungan
(lebih dari 9 bulan) memiliki resiko lebih tinggi terhadap Autisme. Keadaan
saat persalinanpun sangat mempengaruhi terhadap autis, bayi yang mengalami
hipoksa (gagal nafas) saat dilahirkan itu dapat memicu autisme. Secara tidak
langsung bayi yang lahir prematur juga bisa menimbulkan autisme.beberapa bayi
lahir prematur biasanya mengalami pendarahan otak ada yang sebagian hidup dan
ada yang mati dan yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang
menyebabkan autisme.
Ibu yang mengkonsumsi Thalidomide saat
hamil, tiga kali lebih besar beresiko untuk mengalami autistik pada anaknya.
Dimana thalidomide ialah obat yang diresepkan untuk mengurangi gejala mual di
pagi hari pada wanita hamil.
Psychological
and Family Factors
Secara khusus, gangguan
tersebut tidak terkait dengan status sosial ekonomi keluarga atau pendidikan, dan
orang tua dari anak autis memiliki karakteristik kepribadian yang sama dengan
orang tua lainnya. Secara khusus, kebanyakan orangtua dari anak autis tidak
memiliki gangguan psikologis atau masalah perkawinan atau keluarga dari rata-rata
orang tua anak-anak autistik (misalnya, Koegel, Schreibman, O'Neill, &
Burke, 1983).
Pertimbangan psikologis
penting dalam autisme, karena sifat luas, dari gangguan selalu mempengaruhi
fungsi keluarga. Namun, ketika perbedaan kepribadian yang ditemukan antara
orang tua anak autis dan orang tua lain, lebih mungkin menjadi konsekuensi
karena memiliki anak autistik, dan bukan penyebab yang menimbulkan gangguan
(Konstantareas, 1991).
Kesimpulannya, ada empat
point dari data empiris yang disetujui, yaitu :
a. Etiologi dari anak
autistic itu komplek dan bahanyak disebabkan secara heterogen (beraneka segi).
b. Factor biologis berperan
domnan dalam etiologi ini, terlepas dari penekanan yang secara tradisional
telah ditempatkan pada faktor psikologis dan keluarga.
c. Proses untuk mengetahui
faktor biologis mana yang memberikan efeknya terhadap gejala anak tetap kurang
dipahami, meskipun perkembangan otak pada awal kehamilan sekarang menjadi area
studi yang terkemuka.
d. Hubungan antara autism
dan stres keluarga sebagaimana stres berperan pada anak yang mengalami
kesulitan, namun itu belum dijelaskan lagi.