Social Icons

Rabu, 27 November 2013

Autisme Pada Anak


  1. Historical Overview of Autism
Sejak pertama kali diketahui, gangguan autistic telah memiliki aura yang agak mistis. Sindrom tersebut diidentifikasi tahun 1943 oleh seorang psikiater di Harvard, Leo Kanner, yang suatu saat dalam pelaksanaan pekerjaan klinisnya mengamati bahwa kesebelas anak yang mengalami gangguan menunjukkan perilaku yang tidak ditemukan pada anak-anak dengan retardasi mental atau skizofrenia. Kanner mendeskripsikan symptom dari sebelas anak itu menderita gejala “extreme autistic loneliness” dimana sejak awal kehidupan mereka tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara tidak wajar. Mereka memiliki keterbatasan yang parah dalam bahasa dan memiliki keinginan obsesif yang kuat. Penelitian kanner bukan hanya di sana saja, ia menggambarkan perkembangan fisik, emosi dan intelektual anak sebagaimana berfungsi secara baik saat pengukurannya. Dia juga memberikan gambaran secara detail tentang orang tuanya. Dia bingung bahwa sebelas anak tersebut adalah berasal dari “highly intelligent families”. Sembilan dari sebelas anak tersebut memiliki pendidikan sampai universitas yang langka saat itu. Namun, Kanner menyimpulkan laporan pertama pada gangguan dengan menganggap bahwa kesulitan mereka memiliki biologis, bukan psikologis atau social.
Terlepas dari deskripsi awal oleh Kanner dan yang lain, gangguan tersebut tidak dimasukkan dalam klasifikasi diagnostic resmi hingga terbitnya DSM-III pada tahun 1980. Pada edisi pertama (DSM-I) yang terbit pada tahun 1952, walau autisme sebenarnya sudah diketahui sebagai kondisi yang unik pada tahun 1943, namun tidak dicantumkan sebagai kelainan tersendiri pada DSM-I ini, melainkan dikategorikan ke dalam jenis reaksi skizofrenik pada masa kanak-kanak (schizophrenic reaction, childhood type).
Pada DSM-II yang terbit tahun 1968, autisme juga masih dikategorikan sama seperti pada DSM-I tersebut. Barulah pada DSM-III yang terbit pada tahun 1980, autisme diletakkan dalam kategori diagnostik yang tersendiri, namun masih disebut sebagai infantile autism. Kemudian disadari bahwa autisme ini bukan merupakan kelainan jiwa (skizofren) yang terjadi pada masa kanak-kanak, sehingga pada tahun 1987 kata infantile dihilangkan, dan diganti menjadi autistic disorder.
DSM-IV yang diterbitkan pada tahun 1994 menambahkan kategori PDD (Pervasive Developmentel Disorder) dan beberapa subtipenya, yang sekarang dikenal sebagai ASD (Autistic Spectrum Disorder). Sebagai tambahan pada autistic disorder, diagnosis mungkin juga dikategorikan pada Aspreger’s Disorder, Rett’s Disorder, Childhood Disintegrative Disorder, and Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS).
DSM IV TR (DSM IV TR, 2000) yang masih menggunakan Triad of Impairment, yaitu: 1) gangguan komunikasi, 2) gangguan sosial, dan 3) gangguan perilaku dengan minat terbatas dan perilaku berulang. DSM-V sudah diterbitkan pada tahun Mei 2013 gejala autisme memiliki 2 gejala utama: 1) komunikasi sosial, serta 2) minat terbatas dan perilaku berulang. 
Gangguan autis merupakan salah satu gangguan pervasive karena ditandai dengan kerusakan parah dan meluasnya di beberapa area perkembangan, antara lain : keterampilan interaksi social, kemampuan komunikasi, adanya perilaku stereotype, gangguan pada minat dan kegiatan. Gangguan ini relative menyimpang dari tahap perkembangan dan usia mental individu.
  1. Definition and Criteria from DSM-IV-TR of Autism
Istilah autisme berasal dari bahasa latin yaitu auto, yang artinya “self”. Anak menderita “selfism” tetapi bukan “selfishness” yang artinya mereka terlihat seperti selalu tinggal dalam dunia yang mereka diami sendiri. Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen dkk, 1998).
Criteria gangguan autistic dalam DSM-IV TR adalah
·         Enam atau lebih dari criteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan minimal dua criteria dari A dan masing-masing satu dari B dan C
  1. Hendaya dalam interaksi social yang terwujud dalam minimal dua dari criteria berikut:
ü  Hendaya yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh
ü  Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan
ü  Kurang melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan
ü  Kurangnya ketimbalbalikan social atau emosional
  1. Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu criteria berikut:
ü  Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal
ü  Pada mereka yang cukup mampu berbicara, hendaya yang tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain
ü  Bahasa yang diulang-ulang atau idiosinkratik
ü  Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya
  1. Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu criteria berikut:
ü  Preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu
ü  Keterikatan yang kaku pada ritual tertentu
ü  Tingkah laku stereotip
ü  Preokupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek
·         Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam miminal satu dari bidang berikut sebelum usia 3 tahun: interaksi social, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif.
·         Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan rett atau gangguan disintegrative di masa kanak-kanak.

Gangguan Sosial dan Emosional.
Normalnya bayi menunjukkan tanda-tanda kelekatan, biasanya pada ibunya, sejak usia 3 bulan. Pada anak-anak autis, kelekatan tersebut tidak terlihat. Para orang tua anak-anak autistic harus berusaha lebih keras untuk melakukan kontak dan berbagi kasih sayang dengan mereka. Anak-anak autistic jarang berusaha melibatkan orang tua mereka dalam bermain, dan mereka tidak menunjuk, atau berbagi objek mainan dengan orang lain. Anak-anak dengan autisme tampak mengalami masalah keterampilan social yang berat. Mereka jarang mendekati orang lain dan pandangan mata mereka seolah melewati orang lain. Sebagai contoh, sebuah studi menunjukkan bahwa anak-anak autistic jarang mengucapkan salam secara spontan ketika bertemu atau berpisah, baik secara verbal atau dengan senyuman, melakukan kontak mata, atau gerakan tangan bila bertemu atau berpisah dengan orang dewasa (Hobson & Lee, 1998). Anak autistic lebih mungkin untuk memutar-mutar sebuah balok yang disukainya secara terus menerus selama berjam-jam. Menurut teori pikiran dimana merujuk pada pemahaman kita bahwa orang lain memiliki keinginan, keyakinan, niat dan emosi yang berbeda dengan kita, anak autism nampaknya tidak mampu memahami perspektif dan reaksi emosi orang lain sehingga banyak yang berpendapat bahwa anak-anak autistik kurang memiliki empati.
Kekurangan Komunikasi.
Bahkan sebelum mereka menguasai bahasa, anak-anak autistic menunjukkan kelemahan dalam komunikasi. Mengoceh (babbing), istilah yang menggambarkan ucapan bayi sebelum mereka mulai mengucapkan kata-kata sebenarnya jarang dilakukan para bayi dengan autism dan menyampaikan lebih sedikit informasi disbanding bayi-bayi lain (Rick, 1972). Salah satu cirinya adalah ekolalia, di mana anak mengulangi, biasanya dengan ketepatan yang luar biasa, perkataan orang lain yang didengarnya.  Contoh dari ekolalia adalah seorang anak autis bisa secara terus menerus mengulang satu kata atau kalimat atau nyanyian tanpa dimengerti artinya. Ada dua tipe dasar echolalia:.
a)      Echolalia Langsung adalah ketika seorang anak mengulangi sesuatu yang dia / dia hanya mendengar. Misalnya, orang dewasa mengatakan, "Apakah Anda ingin beberapa jus?"dan anak mengulangi kembali," Apakah Anda ingin jus?” bukannya menjawab pertanyaan.
b)      Echolalia Tertunda adalah ketika seorang anak mengulangi sesuatu yang dia dengar beberapa jam, hari, minggu, bulan, atau tahun sebelum. Dia tidak selalu mengulang kata atau frase segera setelah mendengar mereka.
Akan tetapi, ciri ekolalia bukanlah satu ciri yang penting karena dalam perkembangan anak umum juga terdapat fase di mana anak mulai bisa meniru dan selalu mengulang kata yang baru dikenalnya. Untuk membedakannya dengan anak autis, orang tua dapat mengetahuinya dengan cara apakah anak menyerti arti kata yang didengar atau diucapkannya.
Selain itu juga pronoun reversal atau pembalikan kata ganti, anak-anak autistic akan merujuk dirinya sendiri dengan kata ganti “ia”, “dia”, atau “kamu” atau dengan menyebut nama mereka sendiri.
Contohnya      : Kamu sedang apa, johnny?
Anak               : Ia ada di sini
Orang tua        : Apakah kamu merasa senang?
Anak               : Ia tahu itu
            Neologisme, kata-kata ciptaan atau kata-kata yang digunakan dengan cara tidak biasa, merupakan karakteristik lain dalam pembicaraan anak-anak autistik. Sebagai contoh anak autistic berusia 2 tahun dapat menyebut milk (susu) dengan kata “moyeee” dan terus menggunakannya hingga melewati masa di mana anak normal telah mampu mengatakan “milk”. Kelemahan komunikasi tersebut dapat menjadi penyebab kelemahan social pada anak-anak dengan autisme dan bukan sebaliknya. Orang-orang dengan autisme sering kali kurang memiliki spontanitas verbal dan jarang berekspresi secara verbal serta penggunaan bahasa mereka tidak selalu tepat.
Tindakan Repetitif dan Ritualistik
Anak-anak dengan autisme dapat menjadi sangat marah bila terjadi perubahan dalam rutinitas harian dan situasi sekeliling mereka. Susu yang diberikan dengan gelas yang berbeda atau perubahan letak perabotan dapat membuat merekamenangis atau memicu temper tantrum. Karekteristik obsesional juga terdapat dalam perilaku anak-anak autistik dengan cara yang berbeda. Ketika bermain mereka dapat terus-menerus menjajarkan berbagai mainan atau membentuk berbagai pola yang rumit dengan menggunakan berbagai benda perlengkapan rumah.
Anak-anak dengan autistic juga memiliki perilaku stereotype, gerakan tangan ritualistik yang aneh, dan gerakan ritmik lainnya seperti menggoyangkan tubuh tiada henti. Hal ini seringkali digambarkan sebagai aktivitas stimulasi diri. Mereka dapat memiliki preokupasi untuk mengutak-atik sebuah benda mekanis dan dapat menjadi sangat marah bila diganggu.
  1. Empirical Validity
Validitas empiris autisme ini juga ditetapkan (Rutter & Schopler, 1992), meskipun para peneliti masih belum tahu bagaimana cara terbaik untuk mengklasifikasikan manifestasi yang beragam. Singkatnya, tidak ada keraguan bahwa autisme adalah suatu kondisi yang berbeda dari gangguan psikologis lain masa kanak-kanak dan remaja. Simtom-simtom dan perkembangannya unik dan itu telah diobservasi pada anak di seluruh penjuru dunia.
Meskipun validitas empiris dari gangguan ini tidak diperdebatkan, autis dan onset skizofrenia pada anak sering dibingungkan untuk mengetahui gejala awalnya ketika awal mula penelitian. Pada tahun 1949, kanner menyatakan bahwa “awal autism pada anak dapat dipandang sebagai awal mungkin perwujudan skizofrenia masa kanak-kanak”. Bagaimanapun harus bisa membedakan secara jelas antara keduanya.
  1. Comordibity
Medical Conditions. Banyak kondisi medis yang diasosiasikan dengan autis, meskipun luasnya asosiasi ini berhubungan dengan bagaimana ketepatan suatu kondisi didefinisikan (Barton & Volkmar, 1998). Epilepsy adalah kondisi medis yang sering dialami oleh anak autis, berpengaruh pada anak yang mengalami gejala sekitar 20-30 %. Epilepsi biasanya muncul pada anak usia dini atau pada saat pubertas, dan juga sangat umum di kalangan anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental (Gillberg, 1991b). Meskipun asosiasi antara autis dengan epilepsi telah disebutkan pada awal menulis di gangguan ini,  sifatnya masih harus dijelaskan.
Psychological Symptoms and Disorder. Bertentangan dengan pandangan populer autisme digambarkan dalam beberapa film, hanya sejumlah kecil anak-anak yang terkena kemampuan intelektual rata-rata atau superior. Kenyataannya, lebih dari 75% orang dengan autis memiliki IQ yang rendah dari 70. Secara umum, anak dengan autis berhasil lebih baik dalam tes intelegensi nonverbal daripada verbal (Bryson, Clark, & Smith, 1988). Namun, generalisasi yang luas ini tidak hanya terjadi di autisme. Ini berlaku untuk beberapa kondisi psikologis lain, seperti retardasi mental dan ketidakmampuan belajar. Dalam sebagian besar kasus, anak-anak dengan autisme memiliki kesulitan perilaku serius yang menghadirkan tantangan besar bagi pengasuh mereka. mereka mungkin menunjukkan inatentive, hiperaktif, impulsif atau perilaku serupa pada anak-anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), atau amukan parah atau agresivitas yang menyerupai masalah anak muda dengan oppositional deficit disorder (ODD). Mereka juga mungkin melakukan perilaku menyakliti diri sendiri (seperti memukul kepala secara keras hingga berdarah), tetapi itu terjadi ketika memiliki keterlambatan bahasa dan retardasi mental yang signifikan. Perilakunya menunjukkan rasa frustasi terhadap kesulitan bagaimana berkomunikasi dan mengungkapkan sesuatu (Koegel & Koegel, 1996).   
  1. Epidemiologi
Prevalence; Age and Gender Characteristic.
Studi epidemiologi awal, dimana dimulai tahun 1960an, melaporkan dari 2 sampai 5 anak per 10.000 (Lotter, 1966; Wing & Gould, 1979). Banyak penelitian di seluruh penjuru dunia menyampaikan bahwa 5 sampai 10 anak dari 10.000 yang mengidap autis (Fombonne, 1998; Tanguay, 2000). Banyak penelitian yang menyetujui bahwa perubahan prevalensi bukan menunjukkan peningkatan yang actual pada individu setiap tahunnya, tetapi fakta untuk mengetahui gejala gangguan ini sudah diketahui secara baik. Peningkatan terjadi pada criteria diagnosis karena telah disusun dari beberapa decade daripada sebelumnya sehingga memudahkan untuk mengetahui anak dengan gangguan autis.
Secara definisi, autis pada anak mulai muncul saat usia 3 tahun. Namun, gangguan ini sering terdiagnosa di kemudian hari. Dalam beberapa kasus, kesulitan perkembangan terlihat di tahun pertama pada anak, meskipun orang tua atau pengasuhnya mengetahui, mereka tidak berpikir secara serius (Siegel, Pilner, Eschler, & Elliot, 1988). Kunjungan pada anak secara rutin dan pemeriksaan perkembangan telah dilakukan secara umum di banyak negara industri dan mungkin menjelaskan mengapa autisme didiagnosis sejak awal saat ini daripada sebelumnya, terutama bila disertai dengan keterbelakangan mental.
Perkiraan anak autis 4-5 lebih sering dialami oleh anak laki-laki daripada perempuan. Namun, angka tersebut menutupi fakta bahwa fungsi intelektual anak perempuan dengan autisme umumnya memiliki tingkat yang lebih rendah daripada anak laki-laki.    
Social and Cultural Differences
Autism merupakan fenomena yang universal di mana terjadi di berbagai penjuru dunia seperti di England (Wing, Yeates, Brierley, & Gould, 1976), Canada (Bryson, Clark, & Smith, 1988), France (Fombonne, 1998), Japan (Tanoue, Oda, Asano, & Kawashima, 1988), and Scandinavia (Steffenburg et al., 1989). Dalam studi, epidemologi dan karakteristik anak autistic berbeda dilihat dari sebuah social, kultur atau etniknya.
  1. Developmental Trajectories and Prognosis
Infancy and Early Childhood
Tanda awal dari gejala ini sering relatif kecil dan tidak dapat menarik banyak perhatian. Satu anak dapat menanggapi sedang dilakukan dengan menjadi lemas dan pasif atau kaku dan tegang. Lainnya mungkin tidak melakukan kontak mata atau senyum. Masih lain mungkin bereaksi keras terhadap berbagai suara tetapi gagal untuk menanggapi namanya sendiri. Dalam kebanyakan kasus, tanda-tanda awal menjadi lebih jelas dan mengkhawatirkan karena anak berkembang. Pada usia 2, anak cenderung untuk menghindari orang dewasa, teman sebaya sama, jarang berusaha untuk diadakan dan menghibur, dan menunjukkan minat sedikit atau tidak apa yang orang lain lakukan. Masalah social ini sering membutuhkan bantuan dari konselor yang professional (Siegel et al., 1988).
Saat anak autistic berkembang, adanya kesulitan komunikasi, perilaku stereotip, dan atau kesulitan belajar muncul juga dan, dalam banyak kasus, terkait dengan keterbelakangan mental. Menariknya, dalam kaset video bayi antara 9 bulan dan 1 tahun, anak-anak kemudian didiagnosis dengan autisme dapat dibedakan secara jelas dengan perilaku mereka dari anak-anak dengan cacat perkembangan lain dan dari anak-anak rata-rata.
Later Childhood, Adolescence and Adulthood
Gejala yang hadir pada usia 4 atau 5 tahun cenderung bertahan sepanjang masa kecil. Tapi perilaku spesifik mengubah sebagai fungsi dari perkembangan anak, cara di mana anggota keluarga, guru, dan teman sebaya menanggapi anak, dan intervensi anak yang diterima. Misalnya, anak-anak muda dengan autisme jarang tertarik pada rekan-rekan mereka, sedangkan anak-anak dengan gangguan ini sering terlihat ingin mengembangkan hubungan timbal balik tetapi tidak tahu bagaimana (APA, 2000a).
Penelitian dari seluruh dunia menunjukkan bahwa hingga 30% dari remaja yang terkena menunjukkan kerusakan sementara atau permanen dalam fungsi remaja selama tahun-tahun (Gillberg, £ 199, Kobayashi, Murata, & Yoshi naga, 1992). Kerusakan ini, yang tampaknya mempengaruhi perempuan lebih sering daripada anak laki-laki, dapat diamati di semua bidang perilaku. Namun, biasanya muncul sebagai peningkatan hiperaktif, agresif, dan perilaku stereotip atau minat, serta diperkuat dengan kesulitan bahasa. Mayoritas remaja dengan autisme terus memiliki masalah yang cukup besar dalam kehidupan orang dewasa, terutama dalam interaksi sosial. Tindak lanjut studi menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil orang dewasa dengan autisme dapat hidup mandiri dan bekerja dalam pengaturan terstruktur (Aussilloux & Mises, 1997; Gillberg, 1991 b; Kobaya4li et al, 1992;. Venter, Tuhan, & Sehopier 199:. a).
  1. Etiologi of Autism
Biological Factor
·         Genetic Factor
Faktor genetik berperan penting tetapi masih minim dimengerti untuk peran sebagai etiologi dari autistik tersebut. Studi keluarga anak-anak dengan autisme menunjukkan bahwa 3% sampai 5% anak-anak yang terkena memiliki seorang saudara atau saudari dengan gangguan yang sama. Jumlah ini meningkat, menjadi antara 12% dan 20% jika salah satu termasuk saudara-saudara yang menderita defisit kognitif, defisit sosial, atau gangguan perkembangan luas lain (Rutter, 2000; Smalley, 1991). Misalnya peneliti menemukan bahwa empat dari sebelas kembar identik atau monozygotic (36%) juga menderita autisme, tetapi tak satu pun dari sepuluh kembar fraternal atau dizygotic lakukan (Folstein & Rutter, 1977). Penelitian pada tahun 2006 menunnjukan bahwa anak kembar memiliki 90% kemungkinan mereka terkena Autis. Tingkat kesesuaian autisme secara konsisten lebih tinggi di antara kembar monozigot (di mana mereka berkisar 36-96%, dengan tingkat rata-rata 64%) dibandingkan kembar dizigot (di mana mereka berkisar dari 0% sampai 24%. dengan tingkat rata-rata dari 9%) (Smlley. 1991).
Beberapa hal penyebab genetis adalah usia ibu yang terlalu tua saat mengandung atau usia ayah yang terlalu tua (berpengaruh pada kualitas sperma), beberapa penelitian menunjukan bahwa kwalitas sperma lelaki berusia tua cenderung akan lebih mudah bermutasi dan memicu timbulnya autisme pada anak. Jika salah satu orang tua berusia 35-39 tahun, factor resiko terjadinya autism sebesar 27 %. Sedangkan jika ibu yang berusia 35-40 tahun, resikonya meningkat 65 % dibandingkan jika ayahnya yang berusia itu hanya sebesar 44 %.
·         Neurological Factor
Secara umum, anak dengan autisme memiliki kelainan neurologis lebih dibandingkan anak-anak lain. Demikian juga, banyak studi biokimia, radiologi, dan patologi di neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin, atau struktur otak seperti cerebellum yang telah ditemukan ada kelainan penting dalam beberapa individu dengan autisme. Namun, temuan ini tidak memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan tegas tentang etiologi gangguan tersebut, karena hasil mereka biasanya hanya berlaku untuk sebagian kecil dari individu yang terkena autisme, dan karena beberapa kelainan yang mereka miliki juga ada pada anak dengan gangguan seperti keterbelakangan mental dan anak usia onset skizofrenia (Ghaziuddin, Zaccagnini, Tsai, & Elardo, 1999). Menurut beberapa dokter yang ahli di bidangnya, beberapa hal yang terjadi pada trimester pertama kehamilan dapat menggangu proses pembentukan dan perkembangan otak janin. Hal ini terjadi khususnya di area otak yang disebut dengan system limbic yang memproses emosi pada anak.
Akhirnya, penafsiran temuan neurologis yang paling rumit oleh fakta bahwa sebagian besar peserta dalam studi penelitian telah autisme selama beberapa tahun pada saat mereka belajar. Akibatnya, kelainan mereka bisa menjadi konsekuensi dari hidup dengan autisme sebanyak penyebab gangguan tersebut - karena gangguan itu sendiri dapat membawa perubahan neurologis dari waktu ke waktu.
·         Factor Related to Pregnancy and Birth
Penyebab autisme juga ditemukan pada saat janin saat dalam kandungan ibu, dsebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia ibu terlalu tua saat mengandung, sang ibu memiliki penyakit diabetes, mengalami pendarahan, sang ibu sering mengkonsumsi obat-obat tertentu saat mengandung anak tersebut. Faktor-faktor yang memicu autis saat dalam kandungan adalah :
a. Infeksi virus saat hamil.
Sindroma rubella congenital adalah virus yang bisa menyerang saat ibu hamil di trimester pertama di duga adalah penyebab utama pemicu Autis. Sebenarnya resiko kehamilan bukan hanya berlaku untuk autis tapi juga untuk penyakit lain yang bersangkutan dengan psikologi misalnya skizofrenia.
b. Pengaruh lingkungan saat ibu mengandung.
Sehat atau tidaknya lingkungan saat ibu mengandung sangat berpengaruh dengan perkembangan psikologi anak dalam kandungan. Penelitian terbaru menunjukan bahwa keadaan ibu hamil yang tinggal di dekat jalan ramai aktivitas kendaaraan sehingga menimbulkan banyak polusi udara loebih rentan melahirkan anak autis, penelitian terbaru pada tahun 2012 menunjukan bahwa polusi udara kendaraan member dampak negatif pada perkembangan otak dan fisik janin bayi pada usia 0-2 tahun.
Sebuah penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 menunjukan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah dan lama dalam kandungan (lebih dari 9 bulan) memiliki resiko lebih tinggi terhadap Autisme. Keadaan saat persalinanpun sangat mempengaruhi terhadap autis, bayi yang mengalami hipoksa (gagal nafas) saat dilahirkan itu dapat memicu autisme. Secara tidak langsung bayi yang lahir prematur juga bisa menimbulkan autisme.beberapa bayi lahir prematur biasanya mengalami pendarahan otak ada yang sebagian hidup dan ada yang mati dan yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang menyebabkan autisme.
Ibu yang mengkonsumsi Thalidomide saat hamil, tiga kali lebih besar beresiko untuk mengalami autistik pada anaknya. Dimana thalidomide ialah obat yang diresepkan untuk mengurangi gejala mual di pagi hari pada wanita hamil.
Psychological and Family Factors
Secara khusus, gangguan tersebut tidak terkait dengan status sosial ekonomi keluarga atau pendidikan, dan orang tua dari anak autis memiliki karakteristik kepribadian yang sama dengan orang tua lainnya. Secara khusus, kebanyakan orangtua dari anak autis tidak memiliki gangguan psikologis atau masalah perkawinan atau keluarga dari rata-rata orang tua anak-anak autistik (misalnya, Koegel, Schreibman, O'Neill, & Burke, 1983).
Pertimbangan psikologis penting dalam autisme, karena sifat luas, dari gangguan selalu mempengaruhi fungsi keluarga. Namun, ketika perbedaan kepribadian yang ditemukan antara orang tua anak autis dan orang tua lain, lebih mungkin menjadi konsekuensi karena memiliki anak autistik, dan bukan penyebab yang menimbulkan gangguan (Konstantareas, 1991).
Kesimpulannya, ada empat point dari data empiris yang disetujui, yaitu :
a. Etiologi dari anak autistic itu komplek dan bahanyak disebabkan secara heterogen (beraneka segi).
b. Factor biologis berperan domnan dalam etiologi ini, terlepas dari penekanan yang secara tradisional telah ditempatkan pada faktor psikologis dan keluarga.
c. Proses untuk mengetahui faktor biologis mana yang memberikan efeknya terhadap gejala anak tetap kurang dipahami, meskipun perkembangan otak pada awal kehamilan sekarang menjadi area studi yang terkemuka.

d. Hubungan antara autism dan stres keluarga sebagaimana stres berperan pada anak yang mengalami kesulitan, namun itu belum dijelaskan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates