Social Icons

Sabtu, 26 Oktober 2013

Terapi Ego State


Pengertian Ego State

Ego state adalah salah satu bagian dari sekumpulan kelompok yang mempunyai kesetaraan keadaan atau kondisi emosi, yang dibedakan berdasarkan tugas khusus perasaan (mood) dan fungsi mental khusus, saat kesadaran diasumsikan sebagai identitas dari orang tersebut.

Ego State, menurut Watkins dan Watkins, adalah sebuah sistem perilaku dan pengalaman yang terorganisir yang elemen-elemennya saling terhubung melalui beberapa prinsip yang sama tetapi saling dipisahkan oleh batas-batas yang dapat ditembus (permeabilitas) hingga derajat kedalaman dan fleksibilitas tertentu.

Ego state tercipta karena terjadinya suatu pengalaman yang berulangulang dari sebuah tindakan menjadikan sebagai ego state. Contoh : Anak & lelucon. Setiap individu ratarata memiliki sekitar 515 ego state yang digunakan sepanjang minggu yang dapat berubah-ubah secara cepat atau lambat dan dapat muncul bersamaan. 
Ego state ini memiliki sifat yakni :
·         Tidak dapat dienyahkan tetapi dapat diganti
·         Normalnya dapat menjelaskan umur mereka. Yang pasti lebih muda dari pada umur orang tersebut
·         Dapat bersembunyi atau menjadi tidak aktif dan dapat diganti. Bila berganti, mereka menyukai menggunakan nama baru
·         Pastilah bagian dari diri orang tersebut
·         Memiliki identitas.
·         Mempunyai perasaan dan tidak suka dikasari
·         Semua manusia pasti memiliki Ego state

Menurut Watkins Ego State terbentuk karena tiga hal.
1)     Pertama melalui normal differentiation yaitu anak belajar membedakan satu hal dengan yang lainnya, misalnya makanan yang ia suka dan tidak suka, orang yang baik dan tidak baik terhadap dirinya.
2)       Kedua adalah introjection of significant others yaitu anak menyerap energi positif atau negatif dari orang “penting” di sekitar anak, misalnya orangtua, guru, teman, atau siapa saja yang dianggap penting oleh anak, dan energi ini termanifestasi dalam diri anak dalam bentuk “Bagian Diri” yang dinamakan Introject. Dengan kata lain introject adalah manifestasi/perwujudan suatu figur yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan seseorang yang diadopsi/tersimpan dan “hidup” di dalam ingatan/mental/pikiran bawah sadar orang tersebut. Contoh introject antara lain sosok atau figur dari ayah, ibu, suami, istri, saudara, anak, tokoh agama, guru spiritual, dan lain-lain.
3)    Ketiga, Part atau bagian diri yang terbentuk akibat pengalaman traumatik. Saat anak mengalami suatu pengalaman traumatik dan tidak ada Ego State dalam dirinya yang mampu menangani trauma ini maka akan muncul atau tercipta Ego State baru yang khusus berfungsi menangani trauma ini.

Sementara itu tujuan Ego State Therapy adalah sebagai berikut :
1.   Mengalokasikan ego state dimana adanya kesakitan, trauma, kemarahan, atau frustrasi dan memfasilitasi ekspresi, melepaskan emosi negatif, memberikan rasa nyaman, dan memberdayakan diri.
2.      Untuk memfasilitasi fungsi komunikasi diantara ego state.
3.     Untuk menolong klien mengenal ego state mereka dengan tujuan untuk digunakan sebagai keuntungan untuk klien kita.
4.      Mengatasi konflik dalam diri.

Terapi ego state dapat digunakan untuk kasus-kasus psikologis diantaranya yaitu : depressi, penyesalan, dendam yang tak terselesaikan, serangan panik, phobia, tidak percaya diri, multiple personality, schizophrenia, post traumatic stress disorder, addiction, kemarahan, relationship (couples counseling), pain psychosomatic, personal development (mental block)

Kondisi Ego State:
1.      Executive State merupakan ego state yang keluar ke permukaan disebut Executive state. 
      Contoh : ketika Gus Dur sedang mengeluarkan lelucon dan menyampaikan lelucon kepada kawan bicaranya, pecanda adalah ego state yang menjadi executive state

2.     Surface State: Ego state yang selalu mengatur dan mengendalikan sehingga muncul ke permukaan (execute)

3.   Underlying state: Ego state yang sudah berhenti mengatur dan mengendalikan sehingga jarang sekali ke permukaan muncul / non execute state.

4.  Introject adalah perwujudan sosok seseorang (seperti orang tua, teman, saudara, guru, kolega, atasan, bawahan, pasangan, anak, dan lainnya) yang mempengaruhi hidup orang tersebut. Introject bisa positif dan negatif. Contoh: ayah bisa berarti orang yang taat dan pekerja keras, namun bisa berarti menjadi orang yang membuat kita marah. Introject ini dapat dihilangkan dan kita minta pergi (“usir”) keluar dari orang tersebut. Ego State dan Introject walaupun sama-sama disebut sebagai Part atau Bagian Diri namun berbeda menurut sumber terciptanya. Ego State berasal dari dalam diri individu sedangkan Introject berasal dari luar. Introject adalah persepsi tentang seseorang yang terinternalisasi ke dalam pikiran bawah sadar. Dengan demikian bisa terdapat sangat banyak Introject dalam diri seseorang.

5.  Malevolent State yakni ego state yang cenderung bertujuan merusak, menyerang dan mencelakai diri sendiri.Misal: anak yang diasuh di rumah dengan penuh kekerasan. Kekerasan menjadi sebuah state untuk memproteksi diri orang tsb, sebab jika ingin selamat, ia harus melakukan kekerasan. Saat dewasa state ini sudah tidak diperlukan. Namun, ego state ini sudah menjadi karakter orang tsb. Dapat berfungsi sebagi retro, vaded atau conflict ego state.

6.      Inner Strenght umumnya lahir bersamaan dengan klien. Nama lain inner streght adalah inner self, higher self, spiritual self . Inner strenght tidak dapat dihilangkan atau diganti fungsinya walaupun fungsinya bisa diperlebar. Inner strenght mempunyai kebijakan (wisdom). Inner strenght mempunyai level energi. Bila energinya rendah maka perannya berkurang , bila energinya tinggi maka perannya bertambah. Semua orang mempunyai inner strenght meski kadang tidak mudah memanggil inner strenght saat pertama kali
Terdapat 4 kondisi ego state yakni : vaded (mengganggu), retro (dipelajari di masa lalu), conflict (berseteru), normal (positif). Sementara itu ada beberapa Cara ego state berkomunikasi yakni : Introject (Parent, other person), Mature & Nurturing (Normal), Child (Retro, Vaded, Conflict)

Ada 2 teknik Menemukan Ego State :
1.      Teknik Kursi Kosong (Empty Chair technique)

2.      Teknik Percakapan (Conversational technique) 

Sabtu, 05 Oktober 2013

Gangguan Mood Pada Anak-Anak

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.            Gangguan Mood
Seperti namanya, gangguan mood dikarakteristikkan dengan emosi negative yang intens dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, meliputi perasaan depresi, putus asa dan despair. Gangguan ini juga dibarengi dengan beberapa gejala yang nantinya akan berpengaruh dengan fungsi keseharian dan hubungan pertemanan remaja.  Gejala yang paling umum adalah mudah tersinggung, merasa tidak berdaya, merasa bersalah, lesu dan kelelahan.  Gejala-gejala tersebut juga direfleksikan dengan kurangnya minat dalam melakukan aktifitas yang menyenangkan dan penurunan performa akademik.
Pada beberapa remaja, periode mood normal dan depresi  berlawanan dengan episode mania, yakni fase mood yang secara abnormal dan terus meningkat dan meluas atau cepat marah (APA, 2000a; p.357). Episode manic biasanya dibarengi dengan meningkatnya aktifitas dan menurunnya keinginan untuk tidur  dan dalam banyak kasus disertai dengan meningkatnya kepercayaan diri yang berlebihan. Pada kasus yang serius, kelainan tersebut dilanjutkan hingga dewasa atau berakhir dengan bunuh diri,
DSM IV TR menggunakan criteria yang sama dalam menganalisis gangguan mood pada anak- anak dan remaja dengan criteria untuk orang dewasa. Disebutkan terdapat 3 gangguan mood yang primer yaitu gangguan depresi mayor, gangguan distimik dan gangguan bipolar.
2.1.1        Sejarah
Deskripsi modern pertama tentang gangguan mood ditemukan sekitar 150 tahun yang lalu. Pada tahun 1860, Sir James dan Crichton-Browne yang merupakan seorang fisikawan mengamati bhawa depresi muncul tidak sesuai dengan perkembangan awal meskipun demikian hal ini hanya dalam penampilan dimana kegembiraan masa kanak-kanak dapat memberikan tempat untuk putus asa dan putus asa dan iman dan keyakinan dapat digantikan oleh keraguan dan kesengsaraan. Beberapa tahun kemudian ilmuwan Inggris, Harold Maudsley (1867) menyertakan melankolia -label awal untuk depresi- ke dalam satu dari tujuh bentuk kegilaan anak-anak. Pada tahun 1975 pada National Institute of Mental Health Conference on Depresion in Children depresi pada orang dewasa mulai mendapat perhatian. Kemudian bahwa terdapat kemungkinan pengalaman-pengalaman menyakitkan pada masa kanak-kanak merujuk diperhatikannya gangguan mood pada anak dan remaja.
Penelitian pertama berhipotesis bahwa depresi itu tersirat, yang muncul secara nyata adalah bentuk dari gangguan lain seperti agresi, hiperaktivitas atau kecemasan (Glaser, 1967). Yang kemudian memunculkan istilah masked depression dan gejala-gejala lain tersebut disebut sebagai depressive equivalent. Namun definisi yang jelas tentang apa saja yang termasuk dalam depressive equivalent itu masih belum dapat dijelaskan karena semua gejala gangguan bisa merupakan depressive equivalent kecuali gangguan autism dan skizofrenia.
2.1.2    2.1.2.  Major Depressive Disorder

Episode Depresi
DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor
A.       Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat
1.        Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah
2.        Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
3.        Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan yang tidak naik
4.        Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari
5.        Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)
6.        Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7.        Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi) hampir setiap hari
8.        Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
9.        Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B.       Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C.       Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
D.       Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid)
E.        Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement (kehilangan)

Gangguan Depresi Mayor atau MDD dikarakteristikkan dengan kemunculan satu atau lebih dari episode depresi tersebut yang masing – masing berlangsung selama 2 minggu. Awalnya mungkin akan sulit mnentukan apakah anak mengalami episode depresi tunggal atau episode rutin karena gejala cenderung fluktuatif. Sehingga ketika episode depresi berakhir harus ada waktu dua bulan dimana anak tidak mengalami gejala apapun (APA, 2000a).
v  Irritability vs depressed mood
Meskipun criteria yang sama digunakan untuk mendiagnosa gangguan depresi mayor pada segala usia, DSM IV TR menyebutkan bahwa tidak seperti orang dewasa, anak-anak dan remaja  terlihat cenderung lebih cepat marah daripada depresi (APA, 2000a). Hal ini penting untuk meletakkan diagnosa lebih kepada reaksi anak terhadap depresi daripada kepada depresi tersebut. Dengan kata lain, alih-alih seorang anak mengeluh bahwa ia depresi, anak dengan gangguan depresi mayor lebih sering ngambek dan cepat marah karena mereka merasa depresi.
v  Perbedaan usia
Gejala utama pada gejala depresi mayor biasanya sama pada anak dan remaja yang mengalami gangguan tersebut. Namun, frekuensi dari gejala lainnya bervariasi tergantung dari usia. Anak-anak yang lebih muda sering terlihat sedih dan depresi dan sering mengeluhkan keluhan fisik seperti pusing dan sakit perut. Mereka juga bisa menjadi cepat marah. Sebaliknya, remaja lebih mampu mengekspresikan perasaan sedih dan putus asa dan mengalami perubahan dalam pola tidur, energy, selera makan dan berat badan.  Anak dengan gangguan depresi mayor lebih sering cemas, sedangkan remaja cenderung akan mengalami anhedonia (penurunan minat terhadap aktifitas yang menyenangkan) (Kashani & Carlson, 1987; Ryan et al., 1987)
v  Gejala Vegetatif
Banyak dari anak-anak dengan gangguan depresi mayor menderita gejala somatis atau vegetatif, terutama pada remaja. Gejala-gejala ini termasuk hipersomnia (terlalu banyak tidur). Insomnia (kurang tidur atau gangguan tidur) penambahan atau penurunan berat badan, perubahan selera makan dan kelelahan (Mitchell, McCauley, Burke, & Moss, 1988). Gejala- gejala vegetatif sering menjadi keluhan utama orang tua yang membawa anaknya untuk konsultasi professional seperti perubahan pola tidur, makan dan aktifitas harian lainnya yang mana dari sini akan lebih mudah ditelusuri daripada perasaan yang mendalam dari keputusasaan dan ketidak berdayaan atau perubahan selera.
v  Gejala Endogen
Sekitar setengah dari anak dan remaja yang mengalami gangguan depresi mayor memiliki gejala endogen (Mitchell et al 1988, Ryan et al 1987) yaitu karakteristik emosi dan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh lingkungan. Gejala endogen tersebut meliputi perubahan mood secara harian (biasanya mood buruk pada pagi hari), mood yang tidak bisa merespon perubahan pada lingkungan dan beremosi datar.
v  Gejala Psikotik
Anak dan remaja dalam jumlah yang signifikan juga menunjukkan adanya gejala psikotik selama episode depresi. Yang paling sering adalah halusinasi auditori (30-50%), sedangkan halusinasi visual dan olfaktori terhitung sangat jarang misalnya delusi (6-7%).
2.1.3    2.1.3. Dysthymia
DSM-IV-TR kriteria diagnostic distimia
A.       Mood depresi hampir sepanjang hari, untuk beberapa hari lalu tidak, diindikasikan dengan subjektif atau dilihat oleh orang lain, paling tidak selama 2 tahun. Note : pada anak dan remaja, mood sgt iritabel dan durasinya minimal 1 tahun
B.       Kondisi saat depresi, dua atau lebih :
1.       Nafsu makan yang buruk atau berlebihan
2.       Insomnia atau hipersomnia
3.       Sedikit tenaga atau kelelahan
4.       Harga diri yang rendah
5.       Sulit berkonsentrasi atau kesulitan dalam membuat suatu keputusan
6.       Putus asa
C.       Selama 2 tahun (1 tahun untuk anak) terdapat gangguan, tidak pernah tanpa gejala-gejala pada kriteria A dan B lebih dari 2 bulan pada satu waktu
D.       Tidak terdapat episode depresi mayor selama 2 tahun awal gangguan (1 tahun untuk anak dan dewasa), gangguan ini lebih baik tidak dihitung sebagai gangguan depresi mayor kronik atau MDD in Partial Remission.
E.        Tidak pernah ada episode mania, episode campuran, atau hipomania, dan tidak termasuk dalam gangguan siklotimik
F.        Gangguan tidak terjadi saat terdapatnya gangguan psikotik kronis, seperti skizofrenia atau gangguan waham
G.       Gejala bukan karena efek fisiologis dari suatu zat (penyalahgunaan obat-obatan terlarang, obat) atau kondisi medis umum (hipotiroid)
H.       Gejala menunjukkan dengan jelas distress dan gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

Distimia disebut juga dengan depresi tingkat rendah karena penderitanya mengalami gejala yang tidak lebih parah namun distimia terhitung lebih kronis dibadingkan MDD. Juga, fluktuasi antara periode depresi  dan remisi tidak begitu terlihat sehingga menyulitkan untuk menentukan kapan periode-periode itu dimulai dan berakhir. Gangguan harus berlangsung minimal satu tahun tanpa ada peningkatan lebih dari dua bulan pada saat itu. Dengan kata lain, kebanyakan anak-anak dengan distimia memiliki gejala yang lebih rendah dari MDD yang sedang berada dalam episode depresi. Namun demikian, mereka bisa berbulan-bulan tanpa ada peningkatan yang signifikan dengan mood nya (APA, 2000a).
Seperti pada MDD, DSM IV TR menyebutkan bahwa anak dan remaja dengan distimia sering terlihat cepat marah daripada depresi. Disamping gangguan mood, disebutkan dalam DSM bahwa diperlukan paling tidak dua dari enam gejala sebelum diagnosis dapat dibuat. Termasuk penurunan minat terhadap hal yang biasanya disukai, kelelahan, tidak berenergi, gangguan tidur dan makan, tidak percaya diri dan ketidakmampuan berjonsentrasi dan mengambil keputusan, merasa pesimis dan putus asa. Dalam jangka waktu yang lama hal ini tentu saja dapat mengganggu fungsi keseharian. Dan karena berlangsung kronis, gejala-gejala ini dapat saja terlihat seperti sebuah kepribadian dibandingkan dengan gangguan psikologis.
2.1.4.      Gangguan Bipolar
Episode Manik. Karakteristik kunci dari gangguan bipolar adalah adanya satu atau lebih episode manik. Episode-episode ini merupakan fase kegembiraan yang ekstrem atau euforia, sering bercampur dengan sifat yang mudah marah dan aktivitas yang berlebihan. Anak dengan gangguan bipolar akan bergantian antara periode mania dan suasana hati yang depresi. Meskipun pada remaja, mereka akan tampak bersemangat dan terlalu gembira selama periode manik dan lebih banyak berada pada suasana hati yang baik. Mania adalah keadaan suasana hati (mood)  yang abnormal yang memiliki dampak beresiko bagi anak-anak atau remaja yang terkena, karena emosi mereka tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam hidup mereka. Sehingga akan memisahkan mereka dari orang yang mereka cintai atau bertindak berbahaya.
Contoh kasus : Josh anak berusia 10 tahun. Ia mengalami masalah “mood swings” dan perilaku agresif selama dua tahun. Ibunya mencatat bahwa ia selalu "sensitif", tapi akhir-akhir ini tampaknya apapun bisa membuatnya marah  dan gelisah yang ekstrem dalam periode yang lama. Ketika diganggu, Josh sering berbicara kepada keluarganya tentang "ketidakadilan"  dan apa yang dialaminya adalah sesuatu yang tidak adil. Ibunya juga melaporkan bahwa selama periode ini Josh berbicara tanpa henti tentang topik yang tidak bermakna untuk orang di sekitarnya-- tidak relevan. Ketika Josh tidak dalam keadaan gelisah dan marah, ia sering mengungkapkan perasaan putus asa dan rasa bersalah serta keinginan untuk bunuh diri.
Josh diadopsi sebagai bayi dan sedikit yang diketahui tentang keluarga kandungnya. Ibu biologisnya menderita depresi parah dan paman dari pihak ibu telah didiagnosis menderita gangguan bipolar. Namun tidak ada informasi yang tersedia tentang ayah kandungnya.
Karena kegelisahan dan ketakutan ekstrim yang dialaminya, ia mungkin saja bertindak berbahaya di rumah atau di sekolah. Josh dirawat di rumah sakit. Dalam waktu seminggu, pengobatannya dimulai dengan pemberian obat lithium untuk menstabilkan suasana hatinya dan ia mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan dan setelah lima minggu.
Berikut adalah kriteria diagnosis untuk episode manik. Hanya satu episode yang dibutuhkan untuk diagnosis gangguang bipolar, karena mayoritas orang yang memiliki satu akan memiliki gangguan lainnya. Di samping perubahan suasana hati  yang cepat merupakan karakteristik dari gangguan, DSM IV TR mensyaratkan bahwa anak atau remaja menunjukan tiga atau lebih gejala terkait (atau empat jika mood manik terutama marah) yang menjelaskan secara singkat di sini.
Episode Manik : Kriteria Diagnostik DSM IV TR
A.    Periode yang berbeda secara abnormal dan terus menerus tinggi, ekspansif, atau perasaan yang mudah tersinggung, yang berlangsung setidaknya 1 minggu (atau durasi jika dirawat di rumah sakit diperlukan).
B.     Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah bertahan (empat jika mood hanya mudah tersinggung) dan telah hadir ke tingkat yang signifikan.
(1)   Meningkatnya harga diri atau kebesaran.
(2)   Penurunan kebutuhan untuk tidur (merasa cukup dengan tidur selama 3 jam).
(3)   Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara
(4)   Flight of ideas atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya banyak sekali.
(5)   Distractibility (perhatian  terlalu mudah terganggu pada rangsangan eksternal yang tidak penting atau tidak relevan)
(6)   Peningkatan pada aktivitas yang bersifat goal-directed (baik secara sosial, di tempat kerja atau sekolah atau secara seksual) atau agitasi psikomotor.
(7)   Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan yang menyenangkan yang memiliki potensi tinggi untuk konsekuensi menyakitkan (misal terlibat dalam berbelanja sambil bersuka ria, aktivitas seksual yang tidak bijak, atau investasi bisnis yang bodoh).
C.     Gejala tidak menemui kriteria untuk Episode Campuran (Mixed Episode).
D.    Gangguan mood cukup parah menyebabkan penurunan biasanya dalam fungsi pekerjaan atau kegiatan sosial atau hubungan dengan orang lain atau mengharuskan rawat inap untuk mencegah bahaya bagi diri sendiri atau orang lain atau ada fitur psikotik.
E.     Gejala bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat tertentu (misal penyalahgunaan narkoba, obat, atau perawatan lainnya) atau kondisi medis lainnya (misal hipertiroid).
Pressured Speech, Racing Thoughts, dan Perilaku yang Beresiko Tinggi. Perubahan mood pada gangguan bipolar umumnya disertai oleh peningkatan energi dan level aktivitas; penurunan kebutuhan untuk tidur, dan racing thoughts. Pressured speech merupakan tanda eksternal dari racing thoughts, atau dalam klinis disebut dengan flight of ideas. Dengan gaya perilaku seperti ini, anak dengan mania akan sering terlibat dalam aktivitas menyenangkan yang beresoko tinggi seperti penggunaan obat-obatan dan seks (Weller et al., 1995). Sehingga mungkin mereka butuh dirawat di rumah sakit untuk perlindungan diri mereka.
Perasaan Diri yang Berlebihan dan Fitur Psikotik. Episode manik juga sering disertai oleh perasaan berlebihan atau kebesaran diri yang tidak memiliki dasar dalam kenyataan. Contohnya, seorang remaja dengan nilai yang buruk dengan percaya diri  mengumumkan bahwa dia akan menjadi seorang pengacara atau ketika gagal tes, dia mengatakan bahwa guru mengajar secara tidak benar (Geller and Luby, 1997).
Pada beberapa kasus, perasaan diri yang berlebih ini ditetapkan sebagai halusinasi atau delusi anak. Sebagai contoh, remaja yang memulai periode manik percaya bahwa Tuhan berbicara kepadanya dan mengembangkan delusinya bahwa ia adalah seorang penyampai pesan (nabi). Carlson dan Strober (1979) menemukan bahwa 50% remaja dengan gangguan bipolar dinilai memiliki halusinasi dan 66% memiliki delusi.
Dalam DSM IV TR menjelaskan episode campuran (mixed episodes), dimana anak dan remaja memiliki kriteria diagnosis manik dan depresi dan berputar secara cepat antara periode mania, depresi mayor, dan mood normal; dan episode hipomanik (hypomanic episodes), dimana kriteria penuh untuk mania tidak ditemukan, tetapi orang tersebut memiliki gejala manik yang mengganggu fungsi.

2.1.5.      Bunuh Diri
Gangguan mood  sering disertai oleh ide untuk bunuh diri—pemikiran yang tetap tentang kematian atau rencana untuk bunuh diri. Umunya terjadi pada remaja yang secara klinis mengalami depresi. Sebagai contoh pada komunitas sampel lebih dari 1.700 remaja, Roberts, Lewinsohn, dan Seely (1995) menemukan bahwa 41% telah berpikir untuk bunuh diri, pesentase ini lebih tinggi secara signifikan dalam sampel klinis, sering menyebabkan lebih dari 75% anak dan remaja yang depresi (DiFillipo & Overholser, 2000). Bahkan secara tragis, ada anak usia 4 tahun yang menyatakan bahwa ia tidak ingin hidup lagi.
v  Tanda-tanda Meningkatnya Potensi Bunuh Diri pada Seseorang
Berikut adalah daftar perilaku yang mengindikasikan bahwa seseorang memiliki resiko yang tinggi untuk bunuh diri dan mungkin sebenarnya telah merenungkannya :
·         Usaha atau gestur sebelumnya
·         Rencana bunuh diri
·         Rencana letal, khususnya yang melibatkan senjata api
·         Rencana untuk bunuh diri yang dikombinasikan dengan penggunaan alkohol
·         Keinginan besar untuk bergabung dengan seseorang yang dicintai yang telah meninggal
·         Kegagalan dalam mengembangkan rapport dengan ahli klinis
·         Komunikasi tentang bunuh diri, baik secara lisan maupun tulisan
·         Frekuensi yang tinggi tentang rencana bunuh diri
·         Dukungan orangtua yang tidak adekuat, pengawasan, atau penilaian/ penghakiman
Sumber : Carlson dan Abbott (1995), p. 2389.
v  Mengapa Beberapa Remaja Berusaha untuk Melakukan Bunuh Diri?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Boergers, Spirito, dan Donaldson (1998) bertanya kepada 120 remaja yang berusaha untuk bunuh diri.
·         Untuk mati
·         Untuk mendapatkan bantuan dari keadaan pikiran yang mengerikan
·         Untuk melarikan diri sementara dari situasi tertentu
·         Untuk membuat orang-orang mengerti seberapa mereka merasa depresi
·         Untuk membuat orang-orang menyesal terhadap apa yang telah dilakukannya
·         Untuk menunjukan seberapa besar kamu mencintai seseorang
·         Untuk mengetahui apakan seseorang benar-benar mencintaimu atau tidak
·         Untuk mencari bantuan seseorang
·         Untuk mencoba dan mempengaruhi seseorang atau merubah pikirannya
2.2.         Diagnostik dan Pertimbangan Perkembangan
Diagnosis dari gangguan mood pada remaja dapat menjadi sulit karena (1) tingkat depresi memiliki makna yang berbeda dan (2) gejala gangguan mood berubah seiring bertambahnya usia, sering secara signifikan.
2.2.1.      Dari Perasaan Normal menuju Gangguan
Dalam arti luas, periode depresi merangkum perasaan tertekan dan putus asa dan mengalami titik-titik yang berbeda dalam hidup. Perasaan ini lebih dikatakan normatif daripada patologis, karena manusia pada umumnya dan anak muda pada khususnya merasakan hal tersebut. Sebagai Contoh, Achenbach (1991) menemukan bahwa 40% remaja melaporkan perasaan depresi dan 10% sampai 20% orangtua yang memiliki anak remaja menjelaskan anak mereka sebagai orang yang depresi.
Akhirnya, istilah depresi memiliki arti diagnostik. Mengacu pada gangguan psikologis yang kehadirannya dapat dibentuk dengan kriteria tertentu seperti orang-orang dari DSM IV TR. Dalam hal ini, istilah tersebut tidak hanya menggambarkan sekumpulan gejala yang spesifik, tetapi juga menentukan sindrom yang telah mencapai tingkat keparahan tertentu, telah berlangsung untuk jangka waktu minimum dan secara signifikan mengganggu keampuan anak atau remaja untuk berfungsi secara normal.


2.2.2.      Perubahan dalam Gejala  Selama Perkembangan
Carlson dan Kashani (1988) membandingkan gejala depresi pada anak pre school, anak usia sekolah, remaja, dan dewasa. Mereka menemukan variasi kecil selama perkembangan pada gejala seperti mood yang depresi, kekurangan konsentrasi, gangguan tidur, dan ide untuk bunuh diri. Bahaimana pun, kurangnya minat pada aktivitas yang menyenangkan ditandai dengan perubahan mood sepanjang hari, putus asa, keterlambatan psikomotor, dan gejala psikotik bertambah seiring usia; mudah merasa marah, penampilan yang sedih, konsep diri yang rendah, dan komplain somatik berkurang seiring bertambahnya usia. Sebagai contoh, rasa mudah marah dan emosi yang ekstrem lebih sering terjadi pada anak di bawah usia 9 tahun; tetapi perasaan euforia, kegembiraan, dan kebesaran sering terjadi pada remaja (Weller, Weller, & Fristad, 1995).
2.3.         Validitas Empiris
2.3.1.      Gangguan Depresi Mayor dan Dysthymia
Validitas empiris dari MDD dan dysthymia pada dewasa telah ditetapkan dengan jelas. Penelitian mengarah ke perbandingan, tetapi kesimpulan di masa kecil dan remaja dilakukan dengan lebih hati-hati.
Penggunaan Kriteria Diagnostik pada Dewasa. Kriteria pada dewasa mendapat diagnosis MDD dan dysthymia yang valid (Hammen & Rudolph, 1996), sebagaimana temuan berikut yang membuat jelas : (1) Selama iritabilitas diterima sebagai perasaan sedih atau mood depresi yang ekuivalen, kriteria cocok untuk menggambarkan perilaku anak-anak dan remaja yang mengalami depresi. (2) Anak atau remaja yang diidentifikasi berdasarkan kriteria ini juga diidentifikasi dengan metode lain, seperti pengukuran laporan diri (self report) dan kuesioner yang dilengkapi oleh orangtua, guru, dan teman sebaya. (3) Meskipun ada beberapa variabilitas dalam intensitas dan frekuensi gejala seiring dengan usia, pada anak dan remaja secara umum menunjukan fitur inti depresi yang sama seperti orang dewasa. (4) Gangguan mood pada masa anak-anak atau remaja mewakili risiko khusus psikologipatologi dewasa; dengan kata lain, kemungkinan untuk mengalami gangguan depresi seperti MDD dan dysthymia meningkat secara signifikan di masa dewasa.
MDD vs Dythimia. Bukti untuk validitas empiris dari MDD dan dysthymia juga datang dari fakta bahwa dua gangguan dapat dibedakan dari satu sama lain sebelum masa dewasa. Mereka memiliki pola gejala yang berbeda (meskipun tumpang tindih dalam gejala yang sebenarnya), berbeda usia onset, dan berbeda perkembangan lintasan.
2.3.2.      Gangguan Bipolar
Beberapa peneliti percaya bahwa mania yang sebenarnya jarang terjadi pada anak-anak dan remaja muda. Pada usia itu, remaja yang terkena dampak tidak memanifestasikan periode jelas dari mania dan depresi (atau mood yang normal); malahan mereka membuat transisi yang cepat antara agitasi, iritabilitas, agresi, depresi, dan mood yang normal (Kleine, Pine, & Klein, 1998). Seperti kasus Josh, yang telah dijelaskan sebelumnya, kebanyakan anak-anak yang terkena dampak memiliki periode singkat agitasi atau mudah marah secara ekstrem yang berlangsung biasanya selama beberapa jam, bukan untuk minimal satu minggu sebagaimana ditentukan dalam kriteria diagnostik. Lebih banyak remaja akan memenuhi syarat untuk diagnosis gangguan bipolar jika minimal seminggu gejala tidak diperlukan (Carlson & Kashani, 1988).
2.4.         Komorbiditas
Semua gangguan pada anak-anak dan juga remaja termasuk gangguan mood berkaitan dengan simptom-simptom psikologis lainnya. Sebagai contoh, pada studi klinis yang dilakukan oleh Kolvin dan kawan-kawannya (1991) terhadap 275 anak-anak dan remaja ditemukan bahwa hampir 90% partisipan yang didiagnosa mengalami gangguan mood juga mengalami gangguan lainnya. Inilah yang disebut dengan komorbiditas. Bukti pada komorbiditas ini dibatasi karena partisipan lebih sering menggambarkan dirinya sebagai pemuda yang depresi ketimbang menyebut dirinya pemuda yang mengalami MDD, dysthymia, atau gangguan bipolar. Selain itu, pada penelitian tersebut tidak dibuat secara jelas apakah komorbiditas ini dihubungkan dengan gangguaan mood secara umum atau secara spesifik, semisal dikaitkan langsung dengan MDD, dysthymia, atau gangguan bipolar.
Gangguan mood cenderung mengalami penurunan ketika beranjak remaja sekalipun pada masa anak-anak mengalami peningkatan yang sangat drastis (Anderson & McGee, 1994; Peterson et al., 1993). Komorbiditas sering dikaitkan dengan gender. Komorbiditas pada wanita berkaitan dengan gangguan kecemasan dan gangguan makan, sedangkan pada pria berkaitan dengan gangguan perilaku disruptif.
2.4.1.      Double Depression
Komorbiditas sering terjadi pada MDD dan dysthymia. Sebagai contoh, ketika Joseph didiagnosa oleh sebuah klinisi. Awalnya Joseph hanya didiagnosa engalami gangguan dysthymia saja. Namun, Ibu Josep melaporkan bahwa Joseph memiliki mood yang lebih buruk sebelumnya di awal taun dan sering mengatakan bahwa ia ingin mati. Ini berarti jika Joseph datang kepada klinisi beberapa bulan lebih awal, maka kemungkinan ia akan didiagnosa mengalami dua gangguan, yaitu MDD dan dysthymia. Secara klinis, munculnya dua gangguan ini secara bersamaan disebut sebagai double depression. Double depression sangatlah umum terjadi. Sebagaimana yang telah dilaporkan dalam sebuah penelitian Kovacs, dkk (1994) bahwa sekitar 38%-69% dari pemuda dan pemudi yang depresi mengalami dua gangguan tersebut.
2.4.2.      Anxiety Disorders
MDD dan dysthymia (tidak termasuk bipolar disorder) juga sering dikaitkan dengan gangguan-gangguan kecemasan (anxiety disoders) (Geller & Luby, 1997; McCauley et al,. 1993). Sekitar 33%-66% anak-anak dan remaja yang mengalami depresi memiliki gejala kecemasan ataupun gejala gangguan kecemasan lainnya (Kovacs, 1990). Pada beberapa penelitian lain juga disebutkan bahwa kecemasan dapat menjadi faktor yang beresiko bagi munculnya gangguan mood. Asumsi ini didukung oleh hasil penelitian secara longitudinal yang menemukan bahwa anak-anak yang memiliki tingkat gejala kecemasan yang tinggi pada usia 9 tahun akan menjadi depresi pada saat beranjak usia remaja (Reinherz et al., 1989).
2.4.3.      Gangguan perilaku disruptif dan gangguan makan
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa gangguan mood berkaitan dengan gangguan perilaku disruptif, khususnya pada oppositional defiant disorder (berkisar antara 0%-50%), counduct disorder (17%-79%), dan attention deficit hyperactivity disorder (0%-57%) (Fleming & Offord, 1990; Kovacs & Pollock, 1995). Komorbiditas pada gejala atau pun gangguan depresi dengan gangguan makan sering terjadi pada wanita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pikiran buruk tentang penampilan seseorang dan gangguan makan dapat menyebabkan depresi pada remaja.
2.4.4.      General adaptation
Tidak bisa dipungkiri bahwa dialaminya gangguan mood pada seseorang menyebabkan seseorang itu mengalami kesulitan dalam belajar dan menjalin hubungan dengan orang lain, termasuk dengan keluarga dan teman sepermainannya (Hammen, 1991). Sebagai contoh, pemuda (baik pria maupun wanita) dengan gejala depresi yang tinggi sering menunjukan penampilan yang buruk dari segi akademis dari pada pemuda yang suka membolos tapi tidak mengalami gejala depresi.
Pemuda yang depresi juga mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosinya dan memecahkan masalah terhadap teman sebayanya (Rudolph, Hammen, & Burge, 1994). Pada remaja wanita sagat tinggi kemungkinan terjadinya kehamilan akibat dari depresi tersebut. Menariknya, dalam masa depresi itu pemuda (baik pria maupun wanita) sering menunjukkan kinerja akademis dan juga kemajuan sosial yang memuaskan, meskipun relasi yang dibangun tidak bisa lebih cepat dibandingkan dengan meningkatkan kinerja akademisnya.
2.5.               Epidemiologi
2.5.1.      Prevalensi
Gangguan mood adalah gangguan yang umum terjadi pada anak-anak dan remaja.namun, tidak ada penelitian yang benar-benar tepat menunjukkan prevalensi dari gangguan mood ini. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan jelas berbeda-beda (normatif atau klinikal), kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan depresi juga berbeda-beda, cara mengukur mood-nya pun berbeda, dan sumber informasi yang diperoleh pasti berbeda (ada yang dari anak-anak saja, atau yag melibatkan orang tua, guru dan teman sebaya).
Studi epidemiologi dengan skala yang besar menggambarkan betapa sulitnya mengungkap prevalensi gangguan mood ini. Pada sebuah penelitian Roberts, dkk (1995) terhadap komunitas sampel yang terdiri dari 1700 remaja akhir ditemukan bahwa prevalensi MDD berada pada rentangan kurang dari 3% sampai hampir 30%. Rentangan ini bergantung dari bagaimana membatasi definisi dari “gangguan” itu sendiri. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Flemming, Offord, dan Boyle (1989) ditemukan bahwa perbedaan signifikan dari prevalensi adalah ketika data diperoleh dari orang-orang. Sebagai contoh, self-report dari seorang remaja 6 kali lebih mungkin menghasilkan diagnosa depresi dibanding parental reports dari orang tuanya. Meski demikian studi epidemiologi melaporkan prevalensi MDD dan dysthymia berada pada kisaran kurang dari 1%-9% dengan rata-rata mendekati 5% (Angold & Costello, 1995; Fleming & Offorf, 1990).
v  Perbedaan usia
Gangguan depresi terjadi sekitar kurang dari 1 % pada anak usia preschool, 2%-3% pada anak usi 6-12 tahun, 6%-9% pada usia remaja. Pada studi lain ditemukan 20% dari remaja mengalami kenaikan level dari gejala depresi yang dialami.
Pada remaja, prevalensi MDD lebih tinggi dari pada dysthymia. Sedangkan pada anak-anak tidak ditemukan data yang jelas. Sebagian penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaan diantara kedua gangguan tersebut. Namun sebagian lagi menyebutkan bahwa dysthymia lebih sering terjadi dibandingkan dengan MDD.
v  Perbedaan gender
Prevalensi gangguan mood meningkat pada wanita seiring bertambahnya usia. Lewinshon (1993) mengatakan remaja wanita beresiko meningkatkan depresinya mendekati 2 kali setinggi pria. Ini akan terjadi hingga dewasa. Beberapa studi menunjukkan bahwa sebelum usia 12 tahun gangguan mood khususnya dysthymia umum terjadi pada pria dibanding pada wanita. Beberapa studi lain menunjukkan hal yang sebaliknya. Kontradiksi ini timbul karena penelitian sebelumnya menggunakan metode wawancara sedangkan penelitian sesudahnya menggunakan kuisioner yang diisi oleh anak-anak, orang tua dan guru.
Penellitian yang dilakukan oleh Angold, dkk menemukan bahwa peningkatan gangguan depresi terjadi sangat kuat pada usia pubertas baik pria maupun wanita. Wanita menunjukkan peningkatan depresi pada usia mid-pubertas. Sedangkan pada pria menunjukan penurunan terhadap gangguan ini pada awal pubertas, meskipun pria memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan.
2.5.2.      Perbedaan sosial dan budaya
Hasil studi epidemiologi mengenai perbedaan sosial budaya masih belum begitu jelas untuk dipaparkan. Sebagian studi menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara prevalensi gangguan mood dengan status sosial-ekonomi. Namun pada studi lain ditemukan bahwa pemudayang memiliki status sosial-ekonomi yang rendah lebih rentan mengalami depresi. Dalam studi literaturnya Fleming menemukan bahwa gejala atau pun gangguan depresi lebih umum terjadi pada remaja etnis Afrika-Amerika dibanding pada remaja etnis Eropa Amerika.
2.6.            Trajectories developmental dan prognosis
Secara umum, gejala depresi tidak muncul secara berkelanjutan tapi secara berulang-ulang dan sewaktu-waktu bisa kambuh. Pemuda yang mengalami disfungsi di awal periode memiliki kemungkinan yang lebih tinggi mengalami disfungsi lainnya. Sebagai contoh,  sebuah studi pada remaja yang diteliti hingga usia 25 tahun mengungkapkan bahwa tingginya tingkat depresi memprediksi munculnya masalah yang sejenis, seperti penyimpangan obat-obatan dan masalah pekerjaan. Selain itu, remaja yang depresi memiliki dampak negatif pada persoalan hubungan yang intim di masa dewasa. Rao (1999) menemukan bahwa wanita yang depresi selama masa remajanya akan menghadapi kesulitan dalam hal hubungan sosial dan intimnya di awal masa dewasa.
2.6.1.      Major Depressive Disorder
MDD biasanya pertama kali muncul pada usia anak-anak akhir sampai remaja sekitar usia 10-17 tahun. Episode pertama berakhir sekitar 7-9 bulan. Mendekati 80% pemuda yang mengalami episode depresi dapat pulih dalam satu tahun, dan lebih dari 90% dalam dua tahun. Meski demikian, resiko untuk kambuh lagi sangatlah tinggi, khususnya pada seseorang yang dirawat di rumah sakit. Sekitar 18%-35% anak-anak dan remaja akan mengalami episode baru lagi dalam waktu satu tahun, 40%-45% dalam dua tahun, 54%-61% dalam tiga tahun, dan lebih dari 70% dalam waktu lima tahun. sebuah usaha follow-up terhadap remaja yang dirawat menunjukkan hasil bahwa partisipan memiliki satu atau lebih tambahan episode depresi dalam waktu 8 bulan sejak mereka dirawat.
v  Evolusi
Prognosis menjadi buruk ketika simptom muncul lebih awal dan/atau  simptom psikotik juga turut muncul. Sebagai contoh, Strober (1993) menemukan bahwa remaja yag mengalami gejala gangguan psikotik  cenderung menampilkan simptom yang lebih kronis. Sekitar 28%  dari mereka mengembangkan mania selama dua tahun masa follow-up. Penemuan ini menyarankan bahwa adanya MDD pada seseorang khususnya ketika sudah disertai dengan gejala psikotik bisa jadi pertanda mulainya developmental trajectory yang nantinya dapat memunculkan gangguan bipolar. Inilah yang disebut evolusi. Evolusi ini terjadi khusunya pada  anak-anak dan remaja dengan MDD.
v  Adult outcomes
Kesulitan yang dialami anak-anak dan remaja yang menderita MDD sering menetap sampa usia dewasa. Namun demikian, trajectory dari gangguan ini yang terjadi setelah masa remaja bergantung pada kehadiran kondisi komorbiditas. Sebagai contoh, pada sebuah studi follow-up selama 18 bulan ditemukan bahwa pemuda yang memiliki gangguan depresi yang tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikologis lainnya akan menjadi depresi di masa dewasa. sebaliknya, pemuda yang mengalami komorbiditas mood dan conduct problem akan lebih mungkin untuk terlibat dalam aktivitas anti sosial dari pada menjadi depresi di masa dewasa.
2.6.2.      Dysthymia
Dysthymia muncul sekitar 2 hingga 3 tahun lebih awal  dan lebih lama dari MDD. Dysthymia muncul pada usia 6 hingga 13 tahun dengan rata-rata usia 9 tahun. Periode awal dysthymia dapat disembuhkan dalam waktu sekitar 4 tahun. Tapi ia beresiko untuk kambuh lagi. Sebagai contoh, dalam studi follow-up selama 3-12 tahun terhadap anak-anak dan remaja, Kovacs menemukan bahwa mereka dapat terbebas dari gejala depresi hanya setengah dari periode follow-up dan terbebas dari masalah psikologis lainnya hanya sepertiga dari periode follow-up. Selain itu,  76% dari mereka mengembangkan MDD, 13% memiliki minimal 1 episode mania, 40% di diagnosa mengalami gangguan kecemasan, 31% memunculkan perilaku conduct disorder. Kovacs, dkk menyimpulkan bahwa dysthymia adalah gerbang munculnya gangguan-gangguan lain. Dysthymia bukanlah gangguan yang akan berlanjut hingga usia dewasa melainkan gangguan yang akan menyebabka munculnya gangguan-gangguan lainnya.
2.6.3.      Bipolar disorder
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa gangguan bipolar biasanya terjadi secara bersiklus dan bisa menjadi lebih kronis atau sebaliknya. Sebelum beranjak dewasa, manic episode terjadi relatif lama dengan siklus yang terus berulang,  depresi mayor, dan akan kembali normal dalam waktu beberapa jam atau hari. Pada saat dewasa, yang terjadi adalah sebaliknya. Manic episode bisa sembuh dalam waktu beberapa hari dan digantikan dengan depresive episode atau mood yang normal. Geller (2001) mengungkapkan hal mengenai lamanya durasi manic episode dan mixed episode pada pemuda (pria dan wanita). Ia menemukan bahwa hanya 37%  dari anak-anak (8-9 tahun) dan remaja yang didiagnosa mengalami gangguan bipolar dapat disembuhkan dalam waktu satu tahun sejak penanganan diberikan sesaat setelah pendiagnosaan. Sekitar 40% mengalami relapse (kambuh) karena setelah pendiagnosaan tidak segera ditangani.
v  Hyperactivity and Mania
Anak-anak dengan ADHD memiliki komorbiditas gangguan bipolar. Dalam masa follow-up selama 4 tahun ditemukan sekitar 11% anak ADHD didiagnosa mengalami gangguan bipolar pada awal assessment dan meningkatkan menjadi 12% pada masa follow-up. Hubungan antara ADHD  dan gangguan bipolar secara umum ditemukan  hanya pada remaja waita yang memiliki riwayat gangguan bipolar.
v  Adult outcomes
Gangguan yang terjadi pada seseorang dapat menimbulkan beberapa kesulitan dalam hal lainnya. Banyak remaja yang mengalami gangguan mood yang berkemungkinan akan menghadapi banyak tantangan di masa dewasanya sekalipun ia telah sembuh dari gangguan tersebut.
2.7.            Etiologi
2.7.1.      Faktor Biologi : Penelitian Genetik
·         MDD dan Dysthymia.
Seperti yang diketahui bahwa MDD dan dysthymia juga mempengaruhi anggota keluarga, sebagian karena kerentanan genetik. Faktor genetik menjelaskan 50% atau lebih dari varians yang berhubungan dengan transmisi gangguan ini (Birmaher et al., 1996), dan tingkat kesesuaian adalah sekitar dua sampai empat kali lebih tinggi untuk monozigot dibandingkan kembar dizigot.
Penelitian tentang agregasi keluarga menunjukkan bahwa antara 15% dan 45% dari anak-anak orang tua yang mengalami depresi cenderung untuk mengembangkan gangguan mood (Birmaheret al., 1996). Angka ini tinggi untuk remaja dengan dua orang tua yang terkena dampak dan akan terus meningkat seiring bertambahnya usia. Sebuah tinjauan literatur genetik menemukan bahwa anak yang mengalami depresi pada usia 20 tahun sampai 25 mencapai 60% (Beardslee et al., 1998). Keturunan dari orang tua yang mengalami depresi juga memiliki peningkatan risiko untuk mengembangkan gangguan lainnya. Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian, anak dari ibu yang mengalami depresi memenuhi syarat diagnosa dengan pencapain rata-rata 2,6 , namun tidak semua mengalami gangguan mood (Hammen, Burge, & Stansbury, 1990). Demikian pula, dalam studi lain, diagnosis depresi pada kakek-nenek dan orang tua adalah prediktor yang signifikan dari suasana hati dan gangguan kecemasan pada cucu (Warner, Weissman, Mufson, & Wickramaratne, 1990).
·         Bipolar Disorder
Kembar monozigot juga secara signifikan lebih cenderung untuk menjadi mania daripada kembar dizigot adalah (55% vs 5%) (Vehmanen, Kaprio, & Loennqvist, 1995). Bahkan, penelitian terakhir ini menunjukkan bahwa pengaruh genetik mungkin lebih kuat dalam gangguan bipolar daripada gangguan mood lainnya.
Dalam studi agregasi keluarga, anak-anak yang orang tuanya mengalami gangguan bipolar dapat dibedakan melalui pengawasan orang tua terhadap anak dengan tingginya tingkat depresi dan mudah tersinggung, dan meningkatkan kesulitan mengatur suasana hati mereka (Chang, Steiner, & Ketter, 2000). Tidak mengherankan, anak-anak memiliki masalah psikologis umum yang cukup tinggi, terutama ketika kedua orang tua yang memiliki dampak bipolar (Beardslee dkk., 1998). Gangguan ini juga sering ditemukan pada tingkat pertama kerabat remaja yang terkena gangguan bipolar. Misalnya, Faraone dan rekan (1997) menunjukkan bahwa risiko untuk menemukan gangguan bipolar dalam kerabat tingkat pertama meningkat lima kali lipat ketika ada anak yang terkena dalam keluarga Risiko ini tidak mungkin menjadi spesifik untuk gangguan bipolar, namun, karena keluarga remaja dengan gangguan bipolar juga berisiko lebih tinggi terhadap gangguan mood lainnya.

2.7.2.      Faktor Biologi: Penelitian Neurobiologi
Seiring dengan kemajuan penelitian terhadap orang dewa, beberapa peneliti telah berfokus pada proses neurobiogical terkait dengan gangguan mood di masa kecil dan remaja. Kemajuan penting telah dibuat dalam beberapa tahun, tetapi interpretasi temuan sering dibuat sulit karena data perkembangan normatif sangat jarang-yaitu, karena relatif sedikit yang mengetahui tentang proses neurobiologis secara normal dalam perkembangan anak-anak dan remaja (Emsile, Weinberg, Kennard, & Kowatch , 1994). Proses neurobiologis secara mendalam dipelajari secara fokus dalam neurotransmiter, hormon, dan siklus tidur.
·         Neurotransmitter
Penelitian tentang peran neurotransmitter dalam etiologi gangguan mood memiliki sejarah panjang, sejajar dengan pengembangan obat psikotropika untuk mengobati gangguan ini. Dua neurotransmitter telah menerima perhatian khusus: neropinephrine dan serotonin. Data yang dikumpulkan yang sebagian besar adalah orang dewasa menunjukkan bahwa (1) kekurangan nerophinephrine di beberapa jalur otak dikaitkan dengan depresi, dan kelebihan nerochemical ini untuk mania, dan (2) penurunan kadar serotonin otak dapat memicu penurunan tingkat neropinephrine dan dengan demikian dapat menyebabkan depresi  (Nemeroff, 1998). Dukungan untuk proses-proses neurotransmisi berasal dari beberapa sumber. Misalnya, obat yang mengurangi depresi atau mania menghasilkan peningkatan kadar neropinephrine otak. Sebaliknya, obat yang memiliki efek sebaliknya mengurangi level nerophinephrine. Demikian pula, antidepresan yang bekerja pada serotonin meningkatkan tingkat sinaptik neurotransmitter ini dengan menghambat reuptake dalam. Akhirnya anak-anak yang mengalami MDD atau berisiko tinggi mengalami gangguan menunjukkan respon abnormal terhadap obat yang mempengaruhi kadar serotonin (Birmaher et al., 1997).
·         Hormon
Hormon. Salah satu cara di mana ketidakseimbangan neurotransmitter dapat mempengaruhi suasana hati adalah melalui disregulasi jalur otak yang memproduksi hormon kontrol. Hipotalamus sangat mungkin terlibat dalam etiologi gangguan mood. Struktur otak memainkan peran sentral dalam regulasi emosi, melalui kontrol sekresi hormon dan sumbu HPA. Orang dewasa yang depresi-terutama mereka yang bunuh diri dan / atau memiliki endogen dan psikotik gejala-sering menunjukkan adrenal dan hipofisis kelenjar membesar (dua kelenjar dikontrol oleh hipotalamus) dan abnormal kadar hormon (Nemeroff, 1998). Misalnya, orang dewasa yang mengalami depresi menghasilkan kortisol dengan level abnormal yang tinggi, suatu hormon yang dikeluarkan oleh tubuh selama masa stres, dan memiliki respon abnormal pada tes penekanan deksametason (DST). Dexamethasine adalah kortisol-seperti zat kimia, sekali dalam aliran darah, biasanya menekan sekresi kortisol selama dua puluh empat jam atau lebih. Banyak orang dewasa yang mengalami depresi gagal menunjukkan pola penekanan seperti halnya beberapa anak dan remaja yang mengalami depresi, terutama ketika gejala mereka parah (Nelson & Davis, 1997). Tapi walaupun kelebihan kortisol dapat dikaitkan dengan gangguan mood, tidak mungkin menjadi penyebab unik atau cukup menjadi  gangguan ini, karena ketidakseimbangan kortisol dan respon DST abnormal telah ditemukan dalam kondisi psikologis lain.
Hormon lain mungkin memainkan peran dalam penyebab gangguan mood, termasuk hormon pertumbuhan, hormon thyroid-stimulating, dan testosteron dan estrogen. Sebagai contoh, dua hormon terakhir telah terlibat dalam pesatnya peningkatan prevalensi depresi pada anak perempuan pada saat pubertas (Angold, Costello, Erkanli, & Worthman, 1999). Demikian pula, penurunan hormon tiroid menghasilkan gejala seperti depresi pada orang dewasa, dan penggantian hormon tiroid mengurangi gejala ini. Secara umum, adalah aman untuk menyimpulkan bahwa, pada tahap ini, temuan orang dewasa lebih konsisten dibanding yang diperoleh pada anak-anak dan remaja. Selain itu, jika hormon ini memiliki permainan peran etiologi dalam gangguan mood sebelum dewasa, hanya dalam transaksi yang kompleks dengan faktor biologis dan non-biologis lainnya
·         Pola Tidur
Mengingat bahwa gangguan tidur sering muncul pada gangguan mood, penelitian neurobiologis juga difokuskan pada pola tidur dalam mencari penjelasan yang mungkin menjadi penyebab penyakit. Temuan menunjukkan bahwa remaja dan dewasa yang mengalami depresi memiliki pola yang berbeda dari aktivitas otak selama tidur dibandingkan dengan orang yang normal, dan bahwa perbedaan serupa sering ditemukan di antara keluarga mereka (Gies, Kupfer, Rush, & Roffwarg, 1998). Temuan ini menunjukkan bahwa kelainan tidur tertentu dapat diwariskan dan dapat mempengaruhi beberapa remaja untuk mengalami depresi, meskipun proses etiologi yang terlibat tidak diragukan lagi dan melibatkan lebih dari kesulitan tidur.
2.7.3.      Faktor Psikologi
·         Theory Attachment
Teori attachment berfokus pada perpisahan orang tua dan adanya gangguan dari ikatan kelekatan sebagai faktor predisposisi untuk penderita depresi. Hipotesis John Bowlby mengatakan bahwa seorang anak dihadapkan dengan tidak responsif dan tidak memiliki ikatan emosional pengasuhannya akan berjalan dengan melibatkan protes, putus asa dan keterpisahan (Bowlby, 1961). Kegagalan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya dikaitkan dengan perkembangan dari kelekatan yang insecure, pandangan diri yang menganggap dirinya tidak layak dan tidak dicintai, dan pandangan orang lain yang dianggap mengancam atau tidak dapat dipercaya. Faktor-faktor ini dapat membuat anak menjadi depresi kemudian hari, terutama dalam konteks hubungan interpersonal stress (Rudolph, Hammen, & Burge, 1997). Hubungan kelekatan juga berfungsi untuk mengatur system biologis dan perilaku yang berhungungan dengan emosi, contohnya, kelekatan yang aman (secure) dapat mengurangi stress. Dengan demikian, kelekatan insecure dapat menyebabkan kesulitan dalam mengatur emosi, yang mungkin juga menjadi faktor risiko dari depresi. Untuk mendukung teori ini, anak-anak dengan kelekatan yang tidak aman (insecure) lebih mungkin dibandingkan dengan anak-anak dengan kelekatan yang aman (secure) untuk melihat gejala depresi (e.g., Toth & Cicchetti, 1996), dan anak-anak yang depresi lebih mungkin mengalami gangguan dalam kelekatan daripada anak-anak yang tidak depresi (Stein et al., 2000).
·         Theory Cognitive
Teori kognitif berfokus pada hubungan antara pikiran negatif dan mood (Abela & Hankin, 2008). Yang mendasari asumsi ini adalah bagaimana anak-anak muda memandang diri mereka dan dunia mereka yang akan mempengaruhi mood dan perilaku mereka, dan kerentanan kognitif berinteraksi dengan kejadian-kejadian negatif yang dapat meningkatkan gejala depresif. Variasi dari kognisi negatif, atribusi, kesalahan persepsi, dan kekurangan kemampuan menyelesaikan masalah kognitif berhubungan dengan depresi pada anak muda (Lakdawalla et al., 2007). Teori kognitif menekankan pada depressogenic cognitions dimana persepsi dan gaya atribusi serta kepercayaan negatif berkaitan dengan gejala depresif.

Sebagai contoh, teori keputusasaan mengusulkan bahwa individu cenderung mengalami depresi cenderung membuat atribusi global, internal, dan stabil  untuk menjelaskan penyebab peristiwa negatif. Dengan kata lain, ketika sesuatu yang buruk terjadi, mereka berpikir bahwa mereka bertanggung jawab (atribusi internal), alasan mereka untuk menyalahkan tidak akan berubah dari waktu ke waktu (atribusi stabil), dan alasan bahwa sesuatu yang buruk terjadi berlaku untuk sebagian besar hal yang mereka lakukan dan dalam kebanyakan situasi (atribusi global) (Abramson, Seligman, & Teasdale, 1978). Sebaliknya, atribut peristiwa positif mereka terhadap sesuatu di luar dirinya (eksternal), yang tidak mungkin terjadi lagi (tidak stabil), dan dipandang sebagai sesuatu yang unik untuk kejadian ini (spesifik). Gaya atribusi negatif individu menyebabkan mereka menyalahkan pribadi mereka atas semua kejadian negatif dalam hidupnya dan menyebabkan ketidakberdayaan dan menghindari peristiwa tersebut di masa depan. Ketidakberdayaan dapat menyebabkan keputusasaan tentang masa depan, yang mendorong depresi lebih lanjut (Abramson, Metalsky, & Alloy, 1989)
Model koginitif yang dikembangkan Aaron Beck (1967) mengusulkan bahwa individu yang depresi membuat interpretasi negatif tentang kejadian-kejadian dalam hidupnya karena mereka menggunakan keyakinan yang bias dan negatif sebagai interpretasi untuk memahami kejadian tersebut. Individu yang depresi memperlihatkan masalah kognitif di 3 area.
Pertama, mereka memperlihatkan bias pada penerimaan informasi atau kesalahan pada pikiran mereka di kejadian tertentu yang dinamakan pikiran otomatis yang negatif. Ini sering mencakup pikiran tentang ancaman fisik dan sosial, kegagalan pribadi, dan permusuhan (Schniering & Rapee, 2004). Mereka mungkin hadir diseleksi sebagai informasi negatif, menganggap disalahkan atas peristiwa negatif, memaksimalkan dan membesar-besarkan peristiwa negatif, dan meminimalkan peristiwa positif. Mereka juga menetapkan label negatif terhadap peristiwa, dan kemudian bereaksi secara emosional terhadap label daripada kejadiannya. Sebagai contoh:
Peristiwa: Seorang anak tidak menerima undangan pesta Ashley
Label: “Saya tidak menerima undangan karena Ashley tidak menyukai saya. Tidak seorangpun yang menyukai saya”
Reaksi emosional: Sedih dan depresi

Kedua, depresi dipercaya dapat diasosiasi dengan pandangan negatif pada 3 area berikut, berhubungan dengan kognisi negatif
v  Pandangan negatif tentang diri sendiri (contoh: “Saya tidak baik”, “Saya membosankan”)
v     Pandangan negatif tentang dunia (contoh: “Mereka tidak baik”, “Ini terlalu sulit”)
v  Pandangan negatif tentang masa depan (contoh: “Ini akan berjalan buruk”, “Saya tidak akan pernah lulus”)
Pandangan-pandangan negatif menjaga perasaan tidak berdaya, merusak suasana hati dan tingkat energi anak muda, dan terkait dengan keparahan depresi anak (Stark, Schmidt, & Joiner, 1996).
Ketiga, anak-anak depresi memiliki skema kognitif negatif, yaitu struktur yang stabil dalam memori bahwa panduan pengolahan informasi, termasuk kepercayaan dan sikap kritis terhadap diri sendiri. Schemata ini kaku dan tahan terhadap perubahan bahkan dalam menghadapi bukti yang bertentangan, dan dapat meningkatkan sensitivitas anak terhadap depresi, terutama ketika diaktifkan oleh stres.
Menerapkan teori kognitif pada anak muda yang depresi menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan kognitif anak pada berbagai tahap perkembangan, dan pengembangan dan stabilitas struktur kognitif yang mungkin terlibat dalam pemikiran depresi mereka (Abela & Hankin, 2008a). Sebuah pengertian menyeluruh tentang diri dan perspektif waktu untuk masa depan diperlukan untuk pengalaman depresi, proses-proses kognitif masih berkembang pada anak-anak. Selain itu, banyak dari kesalahan dan distorsi kognitif dibahas sejauh ini, seperti berpikir logis atau atribusi salah, adalah cara berpikir normal pada anak-anak!
·         Teori Behavior
Behavioral menekankan pentingnya belajar, konsekuensi lingkungan, dan keterampilan dan defisit selama onset dan pemeliharaan depresi. Depresi berhubungan dengan kurangnya penguatan positif respon-kontingen (Lewinsohn, 1974). Kurangnya penguatan positif dapat terjadi karena tiga alasan. Pertama, seorang anak mungkin tidak dapat merasakan penguatan yang tersedia, sering terjadi karena mengganggu kecemasan. Kedua, perubahan lingkungan, seperti hilangnya orang penting dalam kehidupan anak, dapat mengakibatkan kurangnya tersedianya imbalan. Akhirnya, seorang anak mungkin tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memiliki hubungan sosial yang bermanfaat dan memuaskan
Anak-anak juga dapat menerima simpati terhadap kesedihan mereka, yang menghasilkan perhatian dan kepedulian yang diinginkan. Namun, simpati ini biasanya berumur pendek karena orang-orang yang peduli tentang anak itu mulai menghindari dia. Penurunan dalam perhatian dapat menyebabkan penarikan diri, penurunan fungsi, dan meningkatnya depresi. Beberapa penelitian telah menguji hipotesis perilaku pada anak-anak, dan model ini tampaknya tidak lengkap dengan mengingat apa yang diketahui tentang faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kerentanan terhadap depresi. Namun demikian, model perilaku menyoroti pentingnya proses pembelajaran dalam munculnya, ekspresi, dan hasil dari depresi pada orang muda.

2.7.4.      Faktor Keluarga
Pada banyak studi yang telah dilakukan dalam teori yang berbeda memperlihatkan bahwa interaksi keluarga yang terganggu dalam keluarganya baik orang tua atau anak yang  biasanya mempunyai  gangguan mood (gotlib&heemen ,1992 :sheeber,hops dan davis,2001) khususnya pada anggota keluarga yang depresi dimana kurang kompak, tidak mampu mengekspresikan emosi, tidak demokrasi, suka bemusuhan dan menolak, dan suka konflik. Namun kekacauan yang terjadi pada anggota keluarga karena gangguan mood belum tetap. Seperti  hubungan  pada  banyak resiko faktor gangguan psikologis, oleh karena itu beberapa pola hubungannya tidak masuk pada pola gangguan mood, bisa saja karena konsekuensi dari masalah psychological anak, maka harus melihat lebih spesifik lagi melihat symptom symptom apa yang menyebabkan gangguan mood pada keluarga
·         Depresi Pengasuh
Keluarga  dengan orang tua yang depresi memperlihatkan pola interaksi dan komunikasi pada anak dimana menempatkan anak pada berkembangnya dan bertahannya symptom depresi (Jones, Forehand, & Neary, 2001). Contohnya ibu yang mengalami depresi  post partum  dimana dia kurang positif terhadap bayinya. Ada dua aspek perilaku ibu yang menyebakan berkembangn symptom depresi yaitu tingginya tingkat kcomunikasi  negative dan kurangnya perhatin positif pada anak, hal ini sering ditemukan pada penelitian longitudinal. Hal ini dapat menyimpulkan bahwa perilaku ibu penyebab dari depresi pada anak, malah orang tua dan anak setiap waktunya mengembangkan komunikasi yang tidak pantas yang berkontribusi pada perasaan distress mereka.
·         Depresi Anak
Pada beberapa study menunjukkan bahwa gangguan yang terjadi pada keluarga bisa berasal dari  depresi anak dan dewasa. Dari observasi pada keluarga biasanya hal tersebut  terjadi karena kurangnya kasih sayang, komunikasi yang rendah, adanya penarikan dan penolakan serta kurangnya dukungan emosi (Dadds, Sanders, Morrisons, & Regberts, 1992).
(Sheebers, Hops, Andrews, Alpert, & Davis, 1998) menemukan bahwa ibu dengan depresi menimbulkan perilaku depresi pada anak dibandingkan ibu yang suka mengontrol anaknya. Dan  pada ayah yang berdampak pada depresi  remaja umumnya bereaksi pada perilaku depresi yang menolak, menghindar, pasif dan beberapa perilaku aggressive lainnya. Dalam beberapa kasus depresi pada dewasa  mungkin berasal dari hubungan yang negative dalam keluarga.
·         Di Luar Keluarga
Pada beberapa study yang membahas hubungan kesulitan dan mood disorder pada masa anak dan dewasa, khususnya pada mood disorder yang berhubungan dengan masa anak anak yang terkait dengan kekerasan anak dan pengabaian (kashani dan Carlson 1987) perceraian, konflik, narkobadan alcohol  pada orang tua, masalah ekonomi seperti pemecatan, merupakan peristiwa negative yang ber efek pada keadaan emosi.
Hubungan antara mood disorder  dan peristiwa negative pada kehidupan sangat complek. Banyak variable yang berperan dalam phenomena depresi.seperti peristiwa kematian. Tidak ada yang menyangkal bahwa kematian merupakan hal yang tragis yang terjadi dalam sepanjang peritiwa kehidupan. Dalam beberapa data yang di temukan perempuan lebih mempunyai efek dibandingkan pada laki laki (reinhertz et al 1989) . Namun hal ini terlalu luas dimana efek dari kematian dari seseorang yang dicintai juga harus dilihat dari tahap social,emosi dan perkembangan kognitif pada anak. Maka pengaruh peristiwa kehidupan terhadap mood  disorder tidak bisa dilihat dari satu pointsaja namun dilihat dari banyak faktor  spesifik yang mepengaruhi hal tersebut.
2.8.            Treatment dan Pencegahan
Pendekatan treatment  mood disorder tidak dirancang khusus pada dewasa atau pun anak anak. Pendekatan pada treatmen ini merupakan treatment yang digunakan pada masa dewasa. Secara teori treatment yang ada pada masa dewasa dipertanyakan karena gagal dalam melihat spesifikasi treatment pada masa muda. Misalnya pada fokus kognitif pada beberapa pendekatan treatment psychological yang dikembangkan tidak cocok pada anak anak. karena banyak anak-anak tidak menunjukkan kesalahan kognitif pada terapi kocnitif yang dirancang.apalagi dengan adanya kesalahan tersebut anak anak tidak dapat mencerminkan dan berbicara tentang pemikiran yang sulit seperti pada anak-anak sebelum dewasa.
Yang utama dari hal ini  adalah bahwa adanya  beberapa studi terkontrol dengan baik dalam beberapa area. Dimana  memiliki eksperimental tidak cukup  hanya melaporkan sejauh mana subjek memiliki masalah psikologis lainnya di samping gangguan mood dan hasil dari treatment tetapi juga memberikan keilmuan treatmen yang cocok dalam penangannya Mayor depressive disorder and dystimia
2.8.1.      Cognitve Behavior Theraphy (CBT)
Cognitive behavior therapy adalah usaha yang dilakukan untuk mengubah perilaku yang tidak pantas dengan memodifikasi pikiran atau kognisi tentang suatu hal, dengan berfokus secara langsung. Secara tidak langsung pendekatan terapi ini adalah mengubah kepercayaan yang salah agar dapat mempengaruhi perilaku yang lebih positif. Dalam prakteknya pendekatan ini mengandal kan pada sesi modeling dan role playing atau melalui tugas mingguan berupa praktek yang dilakukanoleh anak atau orang dewasa yang telah mereka pelajari secara cognitif.
Seperti contoh kasus Ray (14 thn) dimana  teman-teman jarang menyapanya sehingga dia berfikir bahwa tidak ada yang perhatian dengannya. Dalam hal ini CBT membantu Ray agar dapat mengubah cara berfikirnya dengan cara lebih sering berinteraksi dengan teman temannya dan menyapa terlebih dahulu sebelum teman temanya menyapa dan lebih banyak memiliki kontak mata dengan orang yang berada di sekitarnya.
CBT  telah menunjukkan treatment yang efektif bagi para mayorita anak-anak yang mengalami MDD, Dysthimia atau symptom depressive ringan (Asarnow, Jaycox, Thompson, 2001). Ditemukan 54-87% anak yang menggunakan CBT lebih signifikan perbaikannya dibandingkan terapi seperti relaxsasi atau supportive psychotherapy bentuk terapi ini dimana terapis mendengarkan dan memberikan dukungan namun tidak memberikan kesempatan untuk kepercayaan yang salah atau mengajarkan perilaku yang berbeda.tetapi penting unutk mengevaluasi kembali lamanya efektivitas dari terapi CBT, khususnya pada anak yang mengalami masalah depresi atau masalah penyerta lainnya.
2.8.2.      Interpersonal Therapy
Sebagian teoritis percaya bahwa depresi muncul  karena kurangnya social reinforcement khususnya pada hubungan interpersonal. Peran dari interpersonal therapy (IPT) adalah untuk membantu anak dan dewasa yang tertekan dan penarikan diri agar mendapatkan sumber  reinforcement yang positif dalam rangka memerang depresi mereka (Muffon, Mureu, Weissman, Klerman, 1993) seperti yang ada pada CBT, terapi ini juga menyajikan secara  pengajaran langsung (direct instruction), role playing dan sesi modeling.seperti tugas mingguan. Seperti pada kasus sarah (13 tahun) yang mengalami depresi karena tidak mempunyai teman dan sering dijauhi. Dalam terapi Sarah menyadari bahwa dirinya tidak bisa mempertahankan persahabatan dan berteman dengan orang lain, khususnya dia mengeluh tentang kesendiriannya namun tidak pernah memanggil atupun mengundang orang lain. Dan ketika dia bersama temanya dia terlalu memberikan mereka perhatioan dan membenci untuk membagi nya dengan orang lain. Dalam terapi ini difokuskan agar sarah dapat bertemu dengan orang lain dan mengembangkan daftar teman yang bisa diundang ketika dia membutuhkan interaksi social. Role playing dan pengajaran langsung  digunakan untuk mengajarkan interaksi yang efektif dan bagaimana berurusan dengan teman sebaya, konflik keluarga dan sebagai persiapan untuk melakukan pelatihan mingguan yang telah dipalajari nya dalam sesi terapi.


2.8.3.      Family Therapy
Anak-anak yang mangalami MDD atau dystimia yang mempunyai orang tua  yang depresi atau hidup dengan keluarga yang mempunyai konflik beberapa peneliti dan ahli klinis menilai bahwa family terapi ini penting. Walaupun ditemukan oleh Brent and associated 1998, bahwa CBT lebih signifikan efektif  dalam treatment mengurangi  symptom gejala depresi pada anak atau pun dewasa dari pada family terapi .
2.8.4.      Pharmacological intervention
Banyak dari peneliti dan ahli klinis setuju bahwa  obat anti depressant hanya digunakan pada anak yang  berhubungan dengan intervensi psikologi (AACAP, 1998a) sebagai contoh texas consensus panel treatmen medication pada anak yang mengalami depresi major disorder merekomendasikan bahwa, pada banyak kasus pendekatan psychological lebih diutamakan ketimbang penggunaan obat yang diresepkan (Hughes et al., 1999 )obat anti depresan hanya direkomendasikan ketika treatmen psikological gagal  ketika depresi meliputi fitur psikotik atau parah yang mengganggu anak atau kemampuan adolecent untuk berpartisipasi dalam pengobatan atau bila pemuda tersebut bunuh diri.
Obat anti depressant dapat meningkat kimia yang ada pada otak yang disebut dengan monoamines, neotransmitter seperti dopamine, serotine dana lain lain. Anti depresan diklasifikasikan sesuai dengan monoamines atau monoamine yang bereaksi. Obat yang tua sudah lama, disebut dengan tricyclic antidepressant (TCAs) yang dapat meningkatkan serotonin dan norephineprine, obat ini efektif pada dewasa dan tidak terlalu superior placebo  pada anak dan remaja.
Anti depressant yang baru di sebut dengan selective serotonin reuptake inhibitory (SSRIs) dapat meningkatkan serotonin yang ada pada otak, dengan meningkatkan ketersediannya  yang ada pada synaps. Disebut dengan reuptake inhibitor karena dapat menurunkan  penyerapan serotonin kedalam otak ketika  hal tersebut muncul. SSRIs menarik karena menargetkan proses neuratransmitter yang cukup specifik, menghasilkan efek samping yang lebih sedikit dari pada TCAs dan belum dikaitkan dengan kematian yang tidak dapat dijelaskan karena obat.
Salah satu contoh obat SSRIs adalah Prozac dalam suatu penelitian ditemukan bahwa orang yang menggunakan Prozac memperlihatkan peningkatan yang luar biasa dibandingkan dengan individu yang menggunakan placebo. Bagaimanapun peningkatan perbaikan  tersebut tidak selalu sinonim dengan penyembuhan. Hanya 31% anak yang menggunakan Prozac yang memperlihatkan pengurangan dari  symptom mereka dalam 8 minggu selama penelitian ini berlangsung, sedangakan sebanyak 23% anak yang menggunak placebo. Sehingga SSRIs mungkin hanya bisa digunakan oleh beberapa anak saja.
2.8.5.      Bipolar disorder
Untuk treatment bipolar disorder American academy of children and adolescents psychiatri merekomendasikan  multimodal treatment plan dimana mengkombinasikan antara obat dan treatment intervensi psychological. Seperti pengobatan yang  dirancang untuk mengontrol gejala inti mania yang merupakan ciri khas dari gangguan.Intervensi psikologis  digunakan hal yang berurusan pada anak atau remaja yang dapat menghindarkan dari penurunan fungsi.
Intervensi psikologis juga dapat berguna untuk mengobati gejala penyerta dan gangguan, dan untuk mengenalkan pada kepatuhan pada pengobatan. Kepatuhan pada pengobatan yang di perkenalkan melalui psikoedukasi tentang gangguan dan peran obat dalam mereduksi gejala manik dan mencegah kambuh kembali.
Obat pilihan dalam pengobatan bipolar adalah lithium, logam alkali yang terjadi secara alami, penelitian yang dilakukan pada orang dewasa  menunjukkan bahwa obat ini mengurangi gejala manik dan jika dipakai secara teratur dapat mencegah episode manic dalam waktu yang lama, karena gangguan bipolar percaya bahwa pengobatan gangguan menahun biasanya berlangsung setidaknya 18 bulan, setelah gejala awal telah dikendalikan, pada waktu itu, pengobatan mungkin telah berkurang tetapi anak dan keluarga harus memperhatikan kembali dari gangguan. Jika anak telah tetap tebebas dari gejala maka dapat dihentikan. Namun jika kambuh terjadi obat harus segera dilanjutkan meskipun tidak ada pedoman khusus untuk treatmen anak dan adolecent yang setelah diberi obat kemudian kambuh beberapa remaja mungkin perlu lithium untuk dalam waktu yang lama, mungkin managemen hidup yang panjang dari kondisi mereka. Namun pemakaian dari litium dalam waktu yang lama tidak terlepas dari bebagai kekurangan seperti masalah pada tyroid, masalah jantung dan lain-lain.
Penstabil mood (mood stabilizers) adalah kelas lain dari obat yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar, penstabil mood adalah anticovulsant (i., e antisezure obat) yang efektif dalam mengurangi gejala manik dan mencegah manic episode pada waktu yang lama. Studi terkontrol terhadap efektivitas dari penstabil mood pada masa muda belum dilakukan.
meskipun studi kasus dan investigastion non terkontrol telah menemukan
penggunaan obat obatan pada masa remaja. Seperti penggunaa litium pada masa remaja menimbulkan resiko yang besar atau resiko yang belum ada pada penelitian pada anak-anak dan remaja, misalnya penggunaan penstabil mood dalam jangka panjang yang berhubungan dengan mood dan gangguan hati pada orang dewasa, serta peningkatan penyakit ovarium pada wanita (anak Amerika associationof remaja psyciatri 1997).
2.8.6.      Prevention
Pencegahan umumnya berfokus pada remaja yang beresiko terkena mood disordes baik karena mereka sudah memiliki gejala depresi ringan atau karena mereka memiliki orangtua yang mempunyai gangguan mood disorder. Dengan program pencegahan mood disorder  yang ada  di sekolah, kelompok kecil dengan usia yang sama dan kelompok pertemanan. Menggunakan treatment pendekatan modifikasi seperti CBT, IPT, latihan relksasi dan lain-lain.






 
Blogger Templates