Erikson (1964; dalam Monks dan
Knoers, Siti Rahayu Haditono, 2002) meluaskan teori Freud dengan mencoba
meletakkan hubungan antara gejala psikis dan edukatif di satu pihak dan gejala
masyarakat-budaya di pihak yang lain.
Erik Erikson
mengakui kontribusi Freud tetapi pecaya bahwa Freud salah menilai beberapa
dimensi penting dari perkembangan manusia. Erikson (1950, 1968) mengatakan
bahwa kita berkembang dalam tahap
psikososial, daripada dalam tahap
psikoseksual. Bagi Freud, motivasi utama perilaku manusia bersifat seksual
secara alami, bagi Erikson, motivasi utama manusia bersifat sosial dan
mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Erikson
menekankan perubahan perkembangan sepanjang kehidupan manusia, sedangkan Freud
menyatakan bahwa kepribadian dasar kita terbentuk pada lima tahun pertama kehidupan.
Dalam teori Erikson, delapan tahap
perkembangan berkembang sepanjang kehidupan. Tiap tahap terdiri dari tugas
perkembangan yang unik yang menghadapkan seseorang pada suatu krisi yang harus
dipecahkan. Menurut Erikson, krisis ini bukanlah musibah melainkan titik balik
meningkatnya kelemahan dan kemampuan. Semakin berhasil seseorang menyelesaikan
krisis yang dihadapi, akan semakin sehat perkembangannya (Hopkins , 2000; dalam John W. Santrock, 2007).
Cara
pendekatan Erikson yang bersifat normopsikologis ditinjau dari pendekatan psikologi sepanjang hidup cukup relevan
untuk ditinjau sejenak. Erikson membagi hidup manusia menjadi beberapa fase
atas dasar proses-proses tertentu beserta akibat-akibatnya. Proses-prosesnya
dapat berakhir baik atau tidak baik. Bila berakhir baik dapat memperlancar
perkembangan, bila tidak baik akan menghambat perkembangan. Dari segi pandangan
psikologi perkembangan, maka pada setiap fase seseorang mempunyai “tugas” yang
harus diselesaikan dengan baik. Dengan demikian maka pandangan ini merupakan
pelopor teori mengenai tugas-tugas perkembangan yang akan dibahas pada tahap-tahap
perkembangan.
Tahap-tahap Perkembangan
Erik H. Erikson
Kepercayaan versus ketidakpercayaan {trust versus
mistrust) adalah tahap psikososial Erikson yang
pertama, yang dialami pada tahun pertama kehidupan. Rasa percaya melibatkan
rasa nyaman secara fisik dan tidak ada rasa takut atau kecemasan akan masa
depan. Rasa percaya yang dirasakan bayi akan menjadi fondasi kepercayaan
sepanjang hidup bahwa dunia akan menjadi tempat yang baik dan menyenangkan
untuk ditinggali.
Otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu (autonomy
versus doubt and shame) adalah tahap
perkembangan Erikson yang kedua. Tahap ini terjadi pada masa bayi akhir dan
masa kanak-kanak awal (1-3 tahun). Setelah mendapatkan rasa percaya pengasuh,
bayi mulai mengetahui bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka
mulai menyatakan kemandirian mereka, atau disebut otonomi. Mereka menyadari keinginan
mereka. Jika anak terlalu dibatasi atau dihukum dengan keras, mereka
mungkin memunculkan rasa malu dan ragu-ragu.
Inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus
guilt), tahap perkembangan Erikson yang ketiga,
terjadi selama tahun prasekolah. Begitu anak prasekolah memasuki dunia sosial
yang lebih luas, mereka menghadapi lebih banyak tantangan dari pada ketika
mereka bayi. Perilaku yang aktif dan bertujuan diperlukan untuk menghadapi
tantangan ini. Anak diminta untuk memikirkan tanggung jawab terhadap tubuh,
perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Mengembangkan rasa tanggung
jawab meningkatkan inisiatif. Meskipun demikian, rasa bersalah yang tidak
nyaman dapat muncul, jika anak tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa sangat
cemas. Erikson memiliki pandangan positif terhadap tahap ini. ia percaya bahwa
sebagian besar rasa bersalah dengan cepat digantikan oleh rasa ingin
berprestasi.
Kerja keras versus rasa inferior (industry versus inferiority)
adalah tahap perkembangan Erikson yang keempat,
terjadi di sekitar tahun sekolah dasar. Inisiatif anak membawa mereka
berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Saat mereka berpindah ke masa
kanak-kanak tengah dan akhir, mereka mengarahkan energy mereka menuju
penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Di waktu yang sama pula
anak menjadi lebih antusias mengenai belajar dibandingkan dengan akhir periode
kanak-kanak awal yang penuh imajinasi. Kemungkinan lain dalam tahun sekolah
dasar adalah bahwa anak dapat memunculkan rasa inferior-merasa tidak kompeten
dan tidak produktif. Erikson percaya bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus
bagi perkembangan keaktifan anak. Guru harus "dengan lembut tetapi tegas
mengajak anak ke dalam petualangan menemukan bahwa seseorang dapat belajar
mencapai sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya" (Erikson,
1968, hlm. 127)
Identitas versus kebingungan identitas {identity
versus identity confusion) adalah tahap
perkembangan Erikson yang kelima, yang dialami seseorang selama masa remaja.
Pada masa ini, individu dihadapkan pada penemuan diri, tentang siapa diri
mereka sebenarnya, dan kemana mereka akan melangkah dalam hidup ini. Remaja
dihadapkan pada banyak peran baru dan status kedewasaan-pekerjaan dan cinta,
misalnya. Orang tua perlu mengizinkan remaja untuk menjelajahi peran-peran
tersebut dan jalan yang berbeda-beda di setiap peran. Jika remaja menjelajahi
peran tersebut dengan cara yang baik, dan sampai pada jalan positif untuk
diikuti dalam hidup, maka identitas positif akan tercapai. Jika suatu identitas
dipaksakan 'pada remaja oleh orang tua, jika remaja tidak cukup menjelajahi
banyak peran, dan jika masa depan yang positif belum jelas, maka terjadilah
kebingungan identitas.
Keintiman versus isolasi {intimacy versus isolation) merupakan tahap perkembangan Erikson yang keenam, yang dialami
seseorang selama masa dewasa awal. Pada masa ini, individu menghadapi tugas
perkembangan yaitu membentuk hubungan akrab dengan orang lain. Erikson
menggambarkan keintiman sebagai menemukan diri dan sekaligus kehilangan diri
dalam diri orang lain. Jika para dewasa muda membentuk persahabatan yang sehat
dan hubungan akrab dengan orang lain, keintiman akan tercapai; jika tidak,
akibatnya adalah isolasi diri.
Generativitas versus stagnasi merupakan tahap perkembangan Erikson yang ketujuh, yang dialami
seseorang pada masa dewasa tengah. Pada tahap ini, kepedulian utamanya adalah
membantu generasi yang lebih muda dalam mengembangkan dan mengarahkan kehidupan
menjadi berguna-ini yang disebut Erikson sebagai generativitas. Perasaan bahwa
dirinya tidak berbuat apa-apa untuk membantu generasi mendatang disebut
stagnasi.
Integritas versus keputusasaan {integrity versus
despair) merupakan tahap perkembangan kedelapan dan
terakhir dari Erikson, yang dialami seseorang pada masa dewasa akhir. Dalam
tahap ini, seseorang bercermin pada masa lalu dan menyimpulkan bahwa ia telah
menjalani hidup dengan baik, atau sebaliknya menyimpulkan bahwa hidupnya belum
dimanfaatkan dengan baik. Dengan banyak cara, orang berusia lanjut dapat
mengembangkan pandangan positif pada tahap-tahap perkembangan sebelumnya. Jika
demikian, kilasan retrospektifnya akan memunculkan gambar kehidupan yang
dimanfaatkan dengan baik, dan orang tersebut akan merasakan kepuasan-integritas
dapat dicapai. Jika orang berusia lanjut membentuk setiap tahap perkembangan
sebelumnya secara negatif, kilasan retrospektifnya mungkin akan memunculkan
keraguan atau kegelapan-keputusasaan yang dimaksudkan oleh Erikson.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar