Social Icons

Senin, 17 November 2014

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan (Happiness)


Diener (dalam Carr, 2004) menyebutkan bahwa untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada kebahagiaan bukanlah merupakan hal yang mudah. Tetapi pada kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa faktor kepribadian dan demografis merupakan faktor utama yang menyebabkan dan berhubungan dengan kebahgaiaan (Carr, 2004; Argyle, 1999). Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang (Argyle, 1999; Carr, 2004; Eddington & Shuman, 2005):

1.      Kepribadian
Berdasarkan penelitian mengenai kebahagiaan menunjukkan bahwa orang yang bahagia dan tidak bahagia memiliki profil kepribadian yang berbeda (Diener dkk dalam Carr, 2004). Hubungan antara trait kepribadian dan kebahagiaan tidak bersifat universal pada semua budaya. Pada budaya barat yang individualistik, orang yang bahagia adalah yang memiliki trait ekstraversi, optimis, harga diri yang tinggi dan locus of control internal. Sedangkan orang yang tidak bahagia adalah orang yang memiliki tingkat neurotik yang tinggi. Hal tersebut berbeda dengan orang-orang di budaya timur yang menganut budaya kolektivistik dimana faktor-faktor tersebut tidak berhubungan dengan kebahagiaan. Jadi nilai budaya menentukan trait kepribadian yang mempengaruhi kebahagiaan (Carr, 2004). Menurut Eddington & Shuman (2005) kepribadian menunjukkan peran yang lebih signifikan dibandingkan dengan peristiwa hidup spesifik lainnya dalam menentukan SWB.

2.      Variabel demografis
Faktor lain yang juga mempengaruhi kebahagiaan adalah variabel demografis dan lingkungan (Eddington & Shuman, 2005). Faktor-faktor demografis itu adalah:
a.       Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin merupakan faktor yang sangat kecil dalam menentukan kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang (Inglehart & Michalos dalam Eddington & Shuman, 2005).
b.      Usia
Pada banyak penelitian dan survey menunjukkan bahwa pengaruh usia terhadap kebahagiaan adalah kecil (Argyle, 1999).
c.       Pendidikan
Hubungan antara pendidikan dan kebahagiaan adalah kecil tetapi signifikan (Campbell, Cantril, Diener et al dalam Eddington & Shuman, 2005). Namun hubungan antara pendidikan dan kebahagiaan merupakan hasil dari korelasi antara pendidikan dengan status pekerjaan dan pendapatan (Campbell, Witter et al dalam Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999).
d.      Pendapatan
Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pendapatan berhubungan dengan kebahagiaan Diener et al (1999). Secara umum, orang yang lebih kaya akan merasa lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang lebih miskin (Eddington & Shuman, 2005).
e.       Perkawinan
Orang yang menikah memiliki kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah menikah, bercerai, berpisah, atau janda (Eddington & Shuman, 2005). Pada beberapa negara, pasangan yang hidup ber­sama (kohabitasi) secara signifikan lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tinggal seorang diri (Kurdek, Mastekaasa dalam Eddington & Shu­­man, 2005). Perkawinan sering ditemukan menjadi salah satu fakrot ter­kuat yang berkorelasi dengan kebahagiaan (Glenn & Weaver dalam Argyle, 1­999),
f.       Pekerjaan
Orang yang bekerja akan lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja (Argyle, 1999; Eddington & Shuman, 2005). Orang yang tidak bekerja mempunyai tingkat stress yang lebih tinggi, kepuasan hidup yang lebih rendah dan kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi dibandinkan dengan orang yang bekerja (Eddington & Shuman, 2005).
g.      Kesehatan
Hubungan yang kuat antara kesehatan dan kebahagiaan muncul pada pengukuran kesehatan melalui self-report, tidak pada penilaian secara objektif oleh ahli. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi akan kesehatan menjadi lebih penting daripada kesehatan secara objektif dalam mempengaruhi kebahagiaan (Eddington & Shuman, 2005).
h.      Agama
Banyak survey yang menunjukkan bahwa kebahagiaan berkorelasi secara signifikan dengan agama, hubungan seseorang dengan Tuhan, pengalaman doa dan partisipasi di dalam aspek keagamaan (Eddington & Shuman, 2005).
i.        Waktu luang
Veenhoven et al (dalam Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999) menunjukan bahwa kebahagiaan berkorelasi cukup tinggi dengan kepuasan waktu luang dan tingkatan aktivitas di waktu luang. Kegiatan yang dilakukan pada waktu luang dapat meningkatkan kebahagiaan, seperti aktivitas menyenangkan bersama teman, kegiatan olah raga, dan liburan. Sedangkan kegiatan menonton televisi di waktu luang terutama tontonan yang berat  kurang dapat meningkatkan bahagia (Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999).
j.        Etnis
Etnis minoritas di suatu negara memiliki kebahagiaan yang lebih kecil karena berdasarkan pada rendahnya pendapatan, pendidikan, dan status pekerjaan yang diperoleh (Argyle, 1999).
k.      Peristiwa kehidupan
Intensitas peristiwa positif yang terjadi tidak banyak mempengaruhi kebahagiaan sebagian karena jarang terjadi (Argyle, 1999 Eddington & Shuman, 2005).
l.        Kompetensi
  Penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara kompetensi inteligensi dan kebahagiaan sangat kecil tetapi positif. Kebahagiaan juga berhubungan dengan kerja sama, kepemimpinan dan kemampuan heteroseksual (Argyle, 1999 Eddington & Shuman, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates