Diener (dalam Carr, 2004) menyebutkan bahwa untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada kebahagiaan bukanlah
merupakan hal yang mudah. Tetapi pada kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa
faktor kepribadian dan demografis merupakan faktor utama yang menyebabkan dan
berhubungan dengan kebahgaiaan (Carr, 2004; Argyle, 1999). Berikut ini adalah
beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang (Argyle, 1999; Carr,
2004; Eddington & Shuman, 2005):
1. Kepribadian
Berdasarkan penelitian
mengenai kebahagiaan menunjukkan bahwa orang yang bahagia dan tidak bahagia
memiliki profil kepribadian yang berbeda (Diener dkk dalam Carr, 2004).
Hubungan antara trait kepribadian dan kebahagiaan tidak bersifat universal pada
semua budaya. Pada budaya barat yang individualistik, orang yang bahagia adalah
yang memiliki trait ekstraversi, optimis, harga diri yang tinggi dan locus
of control internal. Sedangkan orang yang tidak bahagia adalah orang yang
memiliki tingkat neurotik yang tinggi. Hal tersebut berbeda dengan orang-orang
di budaya timur yang
menganut budaya kolektivistik dimana faktor-faktor tersebut tidak berhubungan dengan kebahagiaan. Jadi
nilai budaya menentukan trait kepribadian yang mempengaruhi kebahagiaan (Carr,
2004). Menurut Eddington & Shuman (2005) kepribadian menunjukkan peran yang
lebih signifikan dibandingkan dengan peristiwa hidup spesifik lainnya dalam
menentukan SWB.
2. Variabel demografis
Faktor lain yang juga
mempengaruhi kebahagiaan adalah variabel demografis dan lingkungan (Eddington
& Shuman, 2005). Faktor-faktor demografis itu adalah:
a. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin merupakan faktor yang sangat kecil
dalam menentukan kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang (Inglehart &
Michalos dalam Eddington & Shuman, 2005).
b. Usia
Pada banyak penelitian dan
survey menunjukkan bahwa pengaruh usia terhadap kebahagiaan adalah kecil
(Argyle, 1999).
c. Pendidikan
Hubungan antara pendidikan dan
kebahagiaan adalah kecil tetapi signifikan (Campbell, Cantril, Diener et al
dalam Eddington & Shuman, 2005). Namun hubungan antara pendidikan dan
kebahagiaan merupakan hasil dari korelasi antara pendidikan dengan status
pekerjaan dan pendapatan (Campbell, Witter et al dalam Eddington & Shuman,
2005; Argyle, 1999).
d. Pendapatan
Banyak penelitian yang
menyebutkan bahwa pendapatan berhubungan dengan kebahagiaan Diener et al
(1999). Secara umum, orang yang lebih kaya akan merasa lebih bahagia
dibandingkan dengan orang yang lebih miskin (Eddington & Shuman, 2005).
e. Perkawinan
Orang yang menikah memiliki
kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah menikah,
bercerai, berpisah, atau janda (Eddington & Shuman, 2005). Pada beberapa
negara, pasangan yang hidup bersama (kohabitasi) secara signifikan lebih
bahagia dibandingkan dengan orang yang tinggal seorang diri (Kurdek, Mastekaasa
dalam Eddington & Shuman, 2005). Perkawinan sering ditemukan menjadi
salah satu fakrot terkuat yang berkorelasi dengan kebahagiaan (Glenn &
Weaver dalam Argyle, 1999),
f. Pekerjaan
Orang yang bekerja akan lebih
bahagia dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja (Argyle, 1999; Eddington
& Shuman, 2005). Orang yang tidak bekerja mempunyai tingkat stress yang
lebih tinggi, kepuasan hidup yang lebih rendah dan kemungkinan bunuh diri yang
lebih tinggi dibandinkan dengan orang yang bekerja (Eddington & Shuman,
2005).
g. Kesehatan
Hubungan yang kuat antara
kesehatan dan kebahagiaan muncul pada pengukuran kesehatan melalui self-report,
tidak pada penilaian secara objektif oleh ahli. Maka dapat disimpulkan bahwa
persepsi akan kesehatan menjadi lebih penting daripada kesehatan secara
objektif dalam mempengaruhi kebahagiaan (Eddington & Shuman, 2005).
h. Agama
Banyak survey yang menunjukkan
bahwa kebahagiaan berkorelasi secara signifikan dengan agama, hubungan
seseorang dengan Tuhan, pengalaman doa dan partisipasi di dalam aspek keagamaan
(Eddington & Shuman, 2005).
i.
Waktu
luang
Veenhoven et al (dalam
Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999) menunjukan bahwa kebahagiaan
berkorelasi cukup tinggi dengan kepuasan waktu luang dan tingkatan aktivitas di
waktu luang. Kegiatan yang dilakukan pada waktu luang dapat meningkatkan
kebahagiaan, seperti aktivitas menyenangkan bersama teman, kegiatan olah raga,
dan liburan. Sedangkan kegiatan menonton televisi di waktu luang terutama
tontonan yang berat kurang dapat
meningkatkan bahagia (Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999).
j.
Etnis
Etnis minoritas di suatu
negara memiliki kebahagiaan yang lebih kecil karena berdasarkan pada rendahnya
pendapatan, pendidikan, dan status pekerjaan yang diperoleh (Argyle, 1999).
k. Peristiwa kehidupan
Intensitas peristiwa positif
yang terjadi tidak banyak mempengaruhi kebahagiaan sebagian karena jarang
terjadi (Argyle, 1999 Eddington & Shuman, 2005).
l.
Kompetensi
Penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara
kompetensi inteligensi dan kebahagiaan sangat kecil tetapi positif. Kebahagiaan
juga berhubungan dengan kerja sama, kepemimpinan dan kemampuan heteroseksual
(Argyle, 1999 Eddington & Shuman, 2005).